PMKRI Kefamenanu Nilai Razia Sopi oleh Polres TTU Diskriminatif dan Cederai Keadilan Publik
KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kefamenanu melalui Presidium Gerakan Kemasyarakatan (GERMAS) menilai tindakan Polres Timor Tengah Utara (TTU) dalam melakukan razia dan penyitaan minuman tradisional sopi milik warga merupakan kebijakan yang tidak berdasar, diskriminatif, serta mencederai rasa keadilan publik.
Presidium GERMAS PMKRI Cabang Kefamenanu, Yohanes Niko Seran Sakan, menyebut bahwa sopi tidak bisa dipandang semata sebagai minuman beralkohol, melainkan bagian dari identitas, budaya, dan sumber penghidupan masyarakat Dawan di Timor Tengah Utara.
“Aparat seolah buta terhadap realitas sosial ini. Mereka memilih menyerang rakyat kecil di pelosok desa, sementara berbagai bentuk pelanggaran di kota justru dibiarkan,” tegas Niko Seran Sakan dalam keterangan tertulis yang diterima iNewsTTU.id, Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, hasil observasi lapangan menunjukkan kadar alkohol pada sopi tradisional hanya berkisar antara 5–15 persen, jauh di bawah kadar berbagai minuman keras bermerek yang beredar luas di kota. Namun, kata dia, penindakan justru lebih menyasar masyarakat desa, bukan para pelaku bisnis minuman beralkohol skala besar.
PMKRI juga mempertanyakan keberanian Polres TTU dalam menertibkan minuman keras pabrikan yang dijual bebas di sekitar wilayah kota.
“Mengapa merek seperti Naga Batoto bisa dijual bebas bahkan dekat markas Polres, sementara rakyat kecil yang menyuling moke untuk hidup justru diburu?” ungkapnya.
Lebih jauh, GERMAS PMKRI menuding adanya indikasi praktik pilih kasih dan kepentingan tertentu di balik razia tersebut. Mereka bahkan mengaku memiliki data dan rekaman lapangan yang menunjukkan dugaan keterlibatan oknum anggota Polres TTU dalam aktivitas ilegal seperti bisnis minuman keras, perjudian terselubung, dan dugaan keterlibatan dalam jaringan migrasi non-prosedural.
“Kalau benar demikian, wajah penegakan hukum di TTU hari ini bukan lagi wajah keadilan, melainkan wajah hipokrisi institusional,” tegasnya.
PMKRI juga menyoroti penanganan kasus besar seperti pencurian ternak di wilayah Biboki yang disebut belum ditangani serius oleh aparat.
Menurut mereka, Polres TTU justru lebih sibuk melakukan razia simbolik dibanding menindak kasus yang merugikan masyarakat secara langsung.
Dalam pernyataannya GERMAS PMKRI Cabang Kefamenanu mendesak Polres TTU menghentikan razia dan penyitaan terhadap moke tradisional rakyat.
Kapolres TTU melakukan evaluasi menyeluruh dan membuka ruang transparansi publik atas dugaan praktik ilegal di tubuh kepolisian.
Pemda TTU bersama DPRD membentuk Peraturan Daerah untuk melindungi produksi dan perdagangan moke sebagai bagian dari warisan budaya Dawan.
Aparat penegak hukum tidak bermain di wilayah abu-abu, serta menegakkan hukum mulai dari internal institusi kepolisian.
“Rakyat bukan objek untuk ditakut-takuti. Mereka punya hak untuk hidup, bekerja, dan mempertahankan budaya mereka. Jika hukum hanya berpihak pada yang kuat, maka rakyatlah yang akan kehilangan kepercayaan pada institusi hukum,” tutup pernyataan GERMAS PMKRI Kefamenanu.
Di akhir sikapnya, organisasi mahasiswa itu menegaskan akan terus mengawal dan menyoroti setiap tindakan aparat yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan.
Editor : Sefnat Besie