Kasus Penelantaran Istri dan Anak oleh Anggota DPRD Kota Kupang Mandek, Diduga Ada Intervensi
Korban Melawan Ketidakadilan
Korban, Anggi Widodo, menyatakan kekecewaannya. Ia menilai proses hukum ini penuh hambatan yang justru semakin menekan dirinya dan anak-anak. Bahkan, ia terpaksa melayangkan surat pengaduan ke berbagai lembaga, mulai dari Kejati NTT, Jaksa Agung RI, Komisi III DPR RI, Komnas HAM, Kementerian PPPA, Komisi Kejaksaan RI, LPSK, hingga Kapolri.
Salah satu poin keberatannya ialah petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengembalikan berkas perkara (P-19) dengan alasan harus ada Visum et Repertum Psikiatrikum (VeRP) dari psikiater forensik di Bali.
“Sebagai ibu rumah tangga tanpa penghasilan dengan dua anak sekolah, saya sangat keberatan. Pemeriksaan di Bali membutuhkan biaya besar, sementara kami sudah tidak memiliki apa-apa karena ditelantarkan suami,” tulis Anggi dalam surat pengaduan yang diterima redaksi.
Ia menilai permintaan jaksa itu tidak masuk akal dan justru menghambat jalannya proses hukum.
Anggi dengan tegas meminta Kejati NTT untuk:
“Kami merasa diperlakukan tidak adil, seolah hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Penderitaan kami nyata, tapi justru kami yang dibebani. Apa karena kami rakyat kecil, tak punya harta dan jabatan?” ungkapnya getir.
Editor : Sefnat Besie