Nigeria Jadi Negara Paling Dermawan Versi World Giving Report 2025, Indonesia hanya di Peringkat Ini

Jakarta, iNewsTTU.id — Nigeria dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia dalam laporan World Giving Report 2025 (WGR 2025). Laporan yang dirilis oleh Charities Aid Foundation (CAF) ini mengungkap bahwa negara-negara berkembang, khususnya di Afrika, mendominasi daftar 10 besar negara paling dermawan, sementara Indonesia turun peringkat ke posisi 21 dari 101 negara yang disurvei.
Laporan ini merupakan pengembangan dari World Giving Index (WGI), dengan metodologi baru yang lebih mendalam. WGR 2025 mengukur kedermawanan berdasarkan tiga jalur pemberian utama, yakni sumbangan langsung kepada individu, sumbangan ke badan amal atau organisasi sosial, dan sumbangan untuk kegiatan atau lembaga keagamaan.
Selain frekuensi, survei ini juga menilai besaran donasi relatif terhadap pendapatan dan motivasi penyumbang, serta tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga sosial.
Nigeria Puncaki Daftar, Donasi Capai 2,83% dari Pendapatan
Nigeria memimpin dengan rata-rata donasi 2,83% dari pendapatan per kapita, diikuti Mesir (2,45%), Tiongkok (2,19%), Ghana (2,19%), dan Kenya (2,13%). Secara global, rata-rata donasi hanya 1,04% dari pendapatan. Afrika mencatat rata-rata donasi tertinggi (1,54%) dibanding Eropa yang terendah (0,64%).
Selain itu, tingkat keterlibatan sukarela juga tinggi di negara-negara Afrika, dengan warga rata-rata menyumbangkan 14,5 jam untuk kegiatan kerelawanan, jauh di atas Eropa (6,5 jam).
Indonesia Unggul di Asia Tenggara, Tapi Turun Peringkat
Indonesia, meski turun dari posisi puncak pada edisi sebelumnya, tetap mencatatkan kedermawanan di atas rata-rata global, dengan rata-rata 1,55% dari pendapatan didonasikan.
Indonesia unggul dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Pola memberi masyarakat Indonesia didominasi oleh sumbangan langsung kepada individu, lembaga amal, dan organisasi keagamaan.
Rata-rata masyarakat Indonesia mendukung 3-4 tujuan sosial, seperti pengentasan kemiskinan, perlindungan anak, dan bantuan kemanusiaan.
Turun Peringkat, Ini Kata Peneliti PIRAC
Hamid Abidin, peneliti dari PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center), menyebut turunnya posisi Indonesia sebagai hal wajar karena perubahan metodologi.
“WGR 2025 tidak hanya menilai frekuensi menyumbang, tetapi juga memperhitungkan proporsi donasi terhadap pendapatan dan keragaman saluran pemberian, sehingga hasilnya lebih akurat,” katanya.
Ia menekankan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amal menjadi kunci utama dalam membangun budaya kedermawanan. Data global menunjukkan, negara dengan kepercayaan tinggi terhadap lembaga sosial menunjukkan tingkat partisipasi dan donasi yang lebih besar.
Peran Pemerintah Jadi Penentu
WGR 2025 mencatat, di 42 negara di mana pemerintah aktif mendukung filantropi, rata-rata donasi masyarakat 1,7 kali lebih besar dibanding negara yang pemerintahnya pasif. Menurut Hamid, Indonesia bisa menjadi pemimpin filantropi di Asia Tenggara jika dukungan kebijakan dan regulasi diperkuat.
“Banyak regulasi kedermawanan di Indonesia masih usang dan restriktif, seperti UU 9/1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB),” ujarnya. Ia juga menyoroti insentif pajak donasi yang belum memadai dibanding negara lain.
Hamid menilai, budaya berbagi di Indonesia yang kuat dan berakar pada nilai agama dan sosial bisa menjadi fondasi penting untuk membangun ekosistem filantropi modern dan strategis. Namun, upaya ini memerlukan pembaruan kebijakan dan insentif agar potensi kedermawanan Indonesia dapat dimaksimalkan.
“Indonesia bisa menjadi teladan negara berkembang yang sukses menggabungkan tradisi sosial dan inovasi filantropi, jika regulasi diperbarui dan pemerintah memberi dukungan nyata,” pungkas Hamid.
Editor : Sefnat Besie