get app
inews
Aa Text
Read Next : 3 Warga Banain A Disanksi Adat Usai Laporkan Kades ke Bupati TTU

Kisruh Penerbitan Akta Kematian untuk Orang Hidup, Lakmas NTT Angkat Bicara

Sabtu, 05 Juli 2025 | 11:04 WIB
header img
Direktur Lembaga Advokasi Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (Lakmas) NTT, Viktor Manbait. Foto istimewa

KEFAMENANUiNewsTTU.id — Direktur Lembaga Advokasi Anti Kekerasan terhadap Masyarakat Sipil (LAKMAS) NTT, Viktor Manbait, akhirnya angkat bicara terkait kisruh penerbitan akta kematian atas nama warga yang ternyata masih hidup di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).

Dalam pernyataannya, Viktor menyampaikan apresiasi terhadap langkah cepat dan ketelitian Bupati TTU yang langsung menyikapi laporan warga mengenai penerbitan akta kematian secara tidak sah.

 “Kita salut dengan Bupati TTU yang sangat teliti dan detail dalam menjamin serta melindungi hak-hak sipil warga. Ini patut diapresiasi karena menyangkut data dan hak sipil yang sangat penting,” ujar Viktor Manbait, Sabtu, (5/7/2025).


Proses Penerbitan Akta Kematian Harus Sesuai Prosedur

Viktor menjelaskan bahwa proses pencatatan kematian dan penerbitan akta kematian diatur secara ketat dalam peraturan perundang-undangan. Ia menegaskan bahwa penerbitan akta kematian harus berdasarkan laporan resmi dari keluarga inti, disertai dokumen pendukung yang sah.

“Prosedur penerbitan akta kematian sudah jelas. Harus ada surat keterangan kematian dari rumah sakit, kepala desa, atau kepolisian, tergantung kasusnya. Jika itu tidak dipenuhi, maka patut diduga terjadi pelanggaran,” jelasnya.

Viktor mengacu pada Pasal 44 hingga 46 UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, serta Perpres No. 96 Tahun 2018 tentang tata cara pencatatan sipil.

Dugaan Pelanggaran Hukum Serius

Kasus ini, menurut Viktor, bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan masuk dalam ranah pidana administrasi kependudukan. Ia menegaskan bahwa pelanggaran ini harus diproses secara hukum karena melibatkan pemalsuan dokumen negara.

 “Ini adalah tindak pidana murni. Melanggar Pasal 93 dan Pasal 98 UU Adminduk No. 23 Tahun 2006, yang mempidana setiap orang atau pejabat yang memalsukan data kependudukan dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga Rp50 juta,” tegas Viktor.

Ia mendesak agar semua pihak yang terlibat dalam penerbitan akta tersebut, baik pejabat Disdukcapil maupun petugas lain, diusut hingga tuntas dan dibawa ke pengadilan.

Pulihkan Pelayanan Dispendukcapil TTU

Lebih lanjut, Viktor juga mendesak Pemerintah Kabupaten TTU agar segera memulihkan pelayanan administrasi kependudukan yang terhenti sejak 6 Juni 2025 akibat penonaktifan Kepala Dinas Dukcapil TTU.

 “Hampir satu bulan warga TTU kesulitan mengurus dokumen kependudukan. Ini meresahkan. Pemerintah harus segera bertindak memulihkan pelayanan, karena ini bagian dari tanggung jawab negara terhadap hak sipil warganya,” ujarnya.

Viktor juga meminta DPRD TTU untuk menggunakan fungsi pengawasan dan turut aktif membantu menyelesaikan masalah ini bersama pemerintah daerah.

“Kita minta DPRD tidak tinggal diam. Mereka punya peran penting dalam memastikan pelayanan adminduk kembali berjalan normal,” tegasnya.

Viktor berharap, penanganan kasus ini menjadi momentum perbaikan besar-besaran dalam sistem pelayanan administrasi kependudukan di TTU.

 Ia menegaskan bahwa data kependudukan adalah bagian fundamental dari perlindungan hak sipil warga negara yang harus dijaga dengan serius oleh seluruh jajaran pemerintahan.

Editor : Sefnat Besie

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut