Toleransi Terluka di Sukabumi, Suara dari NTT Menuntut Keadilan

KUPANG, iNewsTTU.id- Gelombang kecaman muncul dari Nusa Tenggara Timur (NTT) atas insiden intoleransi yang terjadi di Sukabumi, Jawa Barat, di mana sekelompok remaja dibubarkan saat sedang menjalankan ibadah. Ikatan Paguyuban Flotirosa (IPF) bersama Brigade Meo NTT menyatakan kekecewaan mendalam dan mengutuk keras tindakan tersebut, menyebutnya sebagai bentuk kegagalan negara dalam menjaga toleransi beragama yang sudah dijamin oleh konstitusi.
Serly, Ketua Bidang Kerohanian IPF, menyuarakan kegeramannya terhadap perilaku oknum-oknum intoleran di Sukabumi yang dinilai telah mencederai nilai-nilai kebangsaan.
“Yang kami pertanyakan adalah sikap etika dan toleransi yang semestinya dijunjung tinggi di negeri ini. Negara kita mengakui enam agama dan menjamin kebebasan beribadah kapan saja dan di mana saja,” tegas Serly.
Serly juga menyoroti ironi antara kota-kota besar yang dianggap maju secara infrastruktur, namun masih menyimpan cara pandang sempit terhadap perbedaan keyakinan.
“Kami di NTT, yang sering dianggap tertinggal, justru memiliki hati yang terbuka dan menjaga toleransi dengan luar biasa. Tidak ada satu pun rumah ibadah di sini yang merasa terancam,” lanjutnya.
Ketua Brigade Meo Provinsi NTT, Andi Pau, turut menyampaikan keprihatinannya setelah menyaksikan video peristiwa tersebut. Menurutnya, peristiwa itu menampar wajah kebhinekaan Indonesia.
“Negara kalah di daerah itu. Toleransi hancur di depan mata. Kami mendukung proses hukum terhadap tujuh tersangka yang ditangani Polda Jawa Barat, dan mendesak agar dilakukan secara terbuka dan transparan,” tegas Andi.
Ia juga menyerukan agar pemerintah daerah NTT mulai dari gubernur, DPR hingga Polda NTT ikut menyuarakan kasus ini agar mendapat perhatian serius secara nasional.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Brigade Meo Indonesia, Jemi Oktovianus, yang menyebut bahwa tindakan intoleransi ini adalah bentuk penghinaan terhadap upaya panjang membangun keharmonisan antarumat beragama.
“Kami minta proses hukum ini benar-benar dikawal dan dipublikasikan. Jangan ada lagi ruang bagi intoleransi di negeri ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua IPF Provinsi NTT, Joy Sadigun, menegaskan pihaknya menolak melakukan aksi protes anarkis, dan justru akan menunjukkan teladan nyata menjaga kerukunan.
“NTT dikenal dengan kerukunan umat beragama. Kami tidak ingin aksi intoleran dari daerah lain merusak harmonisasi kami di sini. Kami akan menjaga setiap rumah ibadah agar umat yang beribadah merasa aman dan nyaman,” ujar Joy.
Joy menegaskan bahwa mereka tetap bersikap tegas atas insiden di Sukabumi, tetapi menyalurkan reaksi mereka dalam bentuk yang mencerminkan kedewasaan beragama dan berbangsa.
Editor : Sefnat Besie