Pihak BKSDA yang hadir menjelaskan tentang perubahan fungsi akan diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada yang dirugikan. Pimpinan rapat meminta untuk semua pihak agar bersabar.
Masyarakat Adat Amanuban, masyarakat adat Pitays, Forum Sejarah dan Budaya Timor (FSBT) dan Aliansi Timor Raya saat dialog dengan DPRD TTS. Foto : Ist.
Pihak BKSDA sebenarnya juga keberatan dengan perubahan fungsi Cagar Alam Mutis. Tapi pihak BKSDA menghimbau agar semua pihak menanggapi dengan tenang dan jangan terburu-buru menolak. Harus ada diskusi yang lebih intensif lagi.
Pina Ope Nope sebagai ketua komisi bidang sejarah FSBT sekaligus sebagai anggota dewan pendiri FSBT menyampaikan pendapat bahwa aa yang disampaikan pemerintah baik, bahkan punahnya tanaman cendana karena andil pemerintah itu sendiri.
"Sebenarnya apa yang dijelaskan oleh pihak pemerintah itu baik. Tapi harus diakui bahwa reputasi pihak Kehutanan di mata masyarakat sangat buruk. Punahnya Cendana itu salah satu peran dari pemerintah melalui perda pemutihan maupun oknum-oknum yang ada di kehutanan. Itulah sebabnya banyak masyarakat yang mempertanyakan motif dibalik perubahan fungsi Cagar Alam Mutis," tegas Pina.
Ditambahkan Pina, tanaman cendana yang dilestarikan oleh masyarakat adat selama ratusan dan ribuan tahun punah hanya kurun waktu 30 tahun.
" Ini tanaman cendana yang dilestarikan oleh masyarakat adat selama ratusan dan ribuan tahun punah hanya kurun waktu 30 tahun karena kita bergabung dengan Republik" tandas Pina Nope.
Menanggapi ini, Semuel Boru, Kepala Seksi perlindungan , KSDAE, dan pemberdayaan masyarakat mengakui bahwa ini memang kesalahan pemerintah.
"Tapi pemerintah sudah menerbitkan Perda Kalau tidak salah Perda tahun 2014 supaya ada pelestarian Cendana. Walaupun belum maksimal tapi kami sedang berusaha," jelas Semuel.
Rapat ini selesai pukul 19.00 Wita ( 7 malam) dan tersisa dua orang anggota dewan saja yaitu Yoksan Benu dan Marthen Natonis.
Editor : Sefnat Besie