Pina mengatakan sudah satu tahun konflik kehutanan yang dibuat oleh pihak kementerian Kehutanan dan BPKH Provinsi NTT. Mereka memasang patok di 45 desa di Amanuban. Bahkan menurut dokumen Ombudsmann ada 115 desa yang di TTS yang terdampak kawasan hutan Laob Tumbesi.
" Tanah-tanah rakyat dimasukkan menjadi kawasan hutan Laob Tumbesi pada tahun 1983 oleh Bupati TTS, Piet A. Tallo tapi kemudian nama kakek saya raja Amanuban Usi PaE Nope yang dibawa- bawa untuk mendiskreditkan nama besar keluarga Nope. Dahulu jaman tahun 1960 pemerintah menggalakkan istilah raja itu Feodal dan harus dihapus," jalas Pina.
Pina menambahkan saat ini Negara NKRI mau merampas tanah rakyat maka nama keluarga Raja Amanuban difitnah.
"Negara apa ini? Saya disini untuk meluruskan kebohongan negara sekaligus memperjuangkan hak rakyat yang dirampas negara," tegas Pina Ope Nope menyampaikan unek-unek didepan Pj. Bupati TTS beserta jajarannya di dalam ruangan Bupati.
Defri Sae tokoh pemuda Amanuban dari Desa Napi kecamatan Kie mengatakan atas kepemimpinan Usif Amanuban sejak dahulu kala, mereka tidak pernah dijajah Belanda tapi sekarang saat mereka sudah bergabung dengan Republik Indonesia tapi justru tanah-tanah adat mereka mau diambil secara paksa.
Sementara salah seorang tokoh adat dari desa Oenai, Amnon Lette mengatakan bahwa Bupati TTS adalah ayah dan ibu mereka, maka dikala Bupati dan Pemerintah Daerah tidak bisa melindungi kepentingan rakyat maka mereka akan kembali ke sistem pemerintahan raja dahulu dengan kembali kepada sistem Usif, Temukung, Meo dan Anaamnes.
" Kalau pemerintah tidak pro kepada rakyat, lebih baik kami kembali ke sistem pemerintahan raja dahulu dengan kembali kepada sistem Usif, Temukung, Meo dan Anaamnes," tegas Lette dengan mata berkaca-kaca.
Editor : Sefnat Besie