Tindakan Ipda RS telah melanggar Kode Etik Profesi Polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1), dan pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan/atau pasal 5 ayat (1) b, c dan pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1, dan huruf d Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Adapun tambah Kombes Sandy, dalam proses sidangnya tidak ada fakta yang meringankan, hanya ada fakta yang memberatkan yaitu:
1) Pada saat pelanggaran terjadi dilakukan secara sadar, kesengajaan dan menyadari perbuatan tersebut merupakan norma larangan yang ada pada Peraturan Kode Etik Polri;
2) Perbuatan Terduga pelanggar tersebut dapat berimplikasi merugikan dan merusak citra kelembagaan Polri;
3) Terduga pelanggar dalam memberikan keterangan tidak kooperatif dan berbelit-belit dan tidak berlaku sopan di depan persidangan Komisi;
4) Terduga pelanggar dalam pemeriksaan pendahuluan menolak memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan dan menolak mendanda tangani berita acara pemeriksaan.
5) Terduga pelanggar dalam persidangan pembacaan Tuntutan, mendadak dan menyatakan untuk tidak mendengarkan dan mengikuti persidangan sehingga terduga pelanggar meninggalkan ruangan persidangan namun tetap dilanjutkan dengan sidang tanpa kehadiran (In Absensia) terduga pelanggar.
6) Bahwa dalam persidangan saat agenda pembacaan tuntutan terduga pelanggar keluar dari persidangan tidak berkenan mendengarkan tuntutan dan putusan serta keluar tidak mengikuti persidangan secara hukum persidangan tetap berjalan tanpa kehadiran terduga pelanggar;
7) Terduga pelanggar pernah melakukan pelanggaran Disiplin sebanyak 3 (tiga) kali dan Kode Etik Profesi Polri 1 (satu) dengan putusan Disiplin dan Kode Etik Profesi Polri sebagai berikut :
Editor : Sefnat Besie