KUPANG,iNewsTTU.id- Bidang Hubungan Masyarakat ( Bidhumas) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) mengadakan konferensi pers untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan mengenai penanganan kasus kode etik profesi Polri (KEP) kepada Ipda Rudi Soik yang saat ini tengah jadi sorotan masyarakat.
Konferensi pers ini digelar di Lobi Bidhumas Polda NTT, Senin (2/9/2024), dipimpin oleh Kabidhumas Polda NTT Kombes Pol. Ariasandy, serta didampingi oleh beberapa pejabat dari Bidpropam Polda NTT.
Kabidhumas menyampaikan perkembangan kasus pelanggaran kode etik Ipda Rudi Soik yang saat ini menjabat sementara sebagai anggota Pelayanan Markas ( Yanma ) Polda NTT.
Ia menegaskan bahwa Bidang Propam memiliki tugas penting dalam penegakan disiplin bagi anggota Polri.
"Polri diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait pelanggaran dan tindak pidana. Namun, anggota Polri juga tunduk pada peraturan disiplin dan kode etik profesi, sehingga mereka harus menjalankan tugas sesuai aturan tanpa melakukan pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan," jelas Kombes Pol. Ariasandy.
Kabidhumas juga menjelaskan kronologi kejadian yang melibatkan Ipda Rudi Soik. Pada Selasa, 25 Juni 2024, sekitar pukul 14.30 Wita, Subbid Paminal Bidpropam Polda NTT melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di tempat hiburan Master Piece Karaoke di Kota Kupang. Di sana, ditemukan dua anggota polisi pria (Polki) dan dua anggota polisi wanita (Polwan) berada di dalam ruangan VIP saat jam dinas berlangsung.
Dalam pemeriksaan, Ipda Rudi Soik mengaku berada di tempat karaoke untuk melakukan analisis evaluasi (Anev) terkait penyelidikan penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis solar.
Namun, tiga terduga pelanggar lainnya menyatakan tidak mengetahui adanya kegiatan anev tersebut. Kasus ini telah disidangkan, dan Ipda Rudi Soik diberikan sanksi berdasarkan pelanggaran kode etik.
"Ipda Rudi Soik telah diproses melalui Sidang Kode Etik Polri pada tanggal 21-28 Agustus 2024. Ia dijatuhi sanksi etika berupa pernyataan perilaku pelanggar sebagai perbuatan tercela, permintaan maaf secara lisan kepada institusi Polri dan pihak yang dirugikan, serta sanksi administratif berupa penempatan di tempat khusus selama 14 hari dan mutasi demosi keluar Polda NTT selama tiga tahun"jelasnya.
Dalam menjatuhkan sanksi, Komisi Kode Etik mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan dalam pemberian sanksi.
"Hal yang meringankan termasuk masa pengabdian Ipda Rudi Soik selama 19 tahun. Namun, hal-hal yang memberatkan meliputi sikap berbelit-belit dalam memberikan keterangan, kesadaran akan norma larangan yang ada pada kode etik Polri, serta rekam jejak pelanggaran disiplin sebelumnya"tambahnya.
Selain itu, Ipda Rudi Soik juga sedang menjalani pemeriksaan pelanggaran disiplin dan pelanggaran kode etik profesi Polri terkait beberapa kasus lainnya, seperti pencemaran nama baik anggota Polri, meninggalkan tempat tugas tanpa izin, dan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan BBM bersubsidi.
Berdasarkan laporan informasi khusus dari Subbidpaminal Polda NTT, Ipda Rudi Soik diduga melakukan pemasangan garis polisi (Police Line) pada drum dan jerigen kosong di dua lokasi berbeda yakni di Kelurahan Fatukoa dan Kelurahan Alak.
Subbidwabprof Bidpropam Polda NTT kemudian melakukan audit investigasi terkait ketidakprofesionalan dalam penyelidikan tersebut. Hasil audit mengungkapkan adanya ketidakprofesionalan dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Ipda Rudi Soik dan anggota lainnya, yang tidak melibatkan unit terkait dan tidak memenuhi standar prosedur operasional.
Konferensi pers ini menjadi langkah penting bagi Polda NTT untuk memberikan penjelasan kepada publik terkait penanganan kasus Ipda Rudi Soik agar tidak membias di masyarakat.
Kabidhumas menegaskan bahwa Polri akan terus berkomitmen untuk menegakkan disiplin dan integritas di internal institusi guna menjaga kepercayaan masyarakat.
Terkait beberapa informasi-informasi yang muncul di media, baik itu online maupun media sosial dalam hal ini Humas Polda NTT salah satu tugas pokoknya adalah memberikan informasi publik kepada masyarakat atau publik terkait informasi yang boleh diakses oleh publik sesuai dengan undang-undang keterbukaan untuk informasi publik
"Itu tugas kami, maka kami menyampaikan fakta dan informasi sesuai dengan pertanyaan publik yang melalui media itu salah satu tugas kami sehingga preming yang katanya dituduh selingkuh tidak pernah ada dalam presentasi, mengenai mutasi demosi nanti putusan dari Mabes Polri. Saya sampaikan bahwa pertanyaannya keputusan kode etik itu adalah karena Ipda RS masuk ke tempat karaoke bersama istri orang ini yang harus digaris sehingga tidak membias", tegasnya.
"Saya yakin teman-teman media yang ada di depan saya ini merupakan rekan-rekan yang profesional dan taat mengikuti kode etik jurnalistik, dan setiap anggota Polri harus bertanggung jawab atas tindakan mereka," tambahnya.
Konferensi pers ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan transparansi dalam penanganan kasus, serta memastikan bahwa penegakan hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan aturan yang berlaku.
Editor : Sefnat Besie