SOE,iNewsTTU.id-Pemungutan suara untuk memilih wakil rakyat dan presiden telah berakhir dan Perkumpulan Masyarakat Hukum Adat AMANUBAN mengapresiasi apa yang telah dicapai pemerintah dalam pesta rakyat ini.
Namun sangat disayangkan karena masih banyak terindikasi praktik politik uang dalam perhelatan kali ini bahkan terlihat lebih masif dari pemilu kali lalu. Diharapkan para pejabat yang akan menduduki posisi politik ini tidak mengutamakan kepentingan pribadinya terutama setelah banyak mengeluarkan uang dalam pemilu.
Sekretaris Masyarakat Hukum Adat Amanuban, Pina One Nope, lewat rilis pers kepada iNews.id, Selasa (5/3/2024) mengatakan siapapun yang terpilih Dapil Amanuban diharapakan dapat memperjuangkan status tanah Amanuban.
“Apapun hasil pemilu dan siapapun yang menduduki jabatan legislatif di semua tingkat diharapkan untuk perduli dengan masyarakat di TTS terutama di Amanuban yang sedang menghadapi polemik penetapan tanah masyarakat menjadi kawasan hutan Laob – Tumbesi oleh pihak Kementrian Kehutanan," ujarnya.
Satu langkah lagi setelah pemilu legislatif dan presiden ini adalah Pemilihan Kepada daerah Gubernur NTT dan Bupati di seluruh NTT nanti di bulan oktober – Nopember 2024. Diharapkan masyarakat jeli dan tidak gegabah menentukan pilihan dan jangan mudah tergiur oleh uang Politik.
Terutama pemilihan Bupati sebab pembangunan di TTS untuk keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan sebenarnya ada di tangan Bupati. Juga berakhirnya polemik Kawasan Hutan Laob Tumbesi sekarang ini juga ada di tangan Bupati.
Dari Amanuban ada figur-figur : David I. Boimau, Drs. Julius S.M Taneo, Drs. Ananias Faot,Viktor Imanuel Soinbala, DR. Uksam Selan, Mathen Natonis dan beberapa figur lainnya yang patut diperhitungkan.
“Kita berharap ada figur yang berani dan perduli pada kebutuhan masyarakat. Saya melihat tidak ada pejabat di TTS yang berani berkomentar atau bahkan bertindak nyata dalam kasus Pubabu-Besipae misalnya yang ditindas oleh Gubernur Viktor Laiskodat.
Kita jangan memilih figur penakut tapi yang berani dan bukan mengurusi kepentingan mutasi jabatan setiap hari," tambahnya.
Kabupaten TTS merupakan kabupaten dengan indikator kemiskinan ekstrim tertinggi, stunting tertinggi dan keterbatasan sarana pendidikan tertinggi di tingkat Nasional. Belum isu pemekaran Kabupaten yang hanya jadi komoditas politik semata membuat kabupaten TTS menjadi lelucon di mata masyarakat Nasional.
Bahkan hari ini permukiman penduduk dan kebun-kebun penduduk terancam diambil alih oleh pemerintah melalui program Penetapan Kawasan Hutan Laob Tumbesi yang sekarang polemik.
“Mengenai polemik ini, pihak Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta sudah menjembatani kami dengan pihak kementrian dalam sebuah rapat via Zoom 19 pebruari 2024 lalu dan pihak kementrian berdalih bahwa kawasan hutan ini adalah milik Belanda.
Kami diminta untuk membuktikan hak milik tanah di Amanuban dan kami siap untuk membuktikan itu. Bahkan saya yakin bukti ini tidak bisa dibantah oleh Kementrian Kehutanan sendiri sebab bukti kami juga sama dengan pihak Kehutanan. Dalam waktu dekat Perkumpulan Masyarakat Hukum Adat Amanuban akan melakukan pertemuan Musyawarah Adat ke-3 untuk membahas ini," pungkasnya.
Editor : Sefnat Besie