"Setelah hubungan mereka putus, pelaku merasa sakit hati lalu mengirimkan video yang mengandung muatan pornografi tersebut ke dua orang temannya," jelas AKP Wawan.
Namun, sakit hati RI tidak berhenti di situ. Ia melancarkan ancaman serius kepada korban. "Untuk ancaman yang dilakukan pelaku adalah, ketika putus berpacaran, pelaku merasa sakit hati kepada korban. Kemudian dari situ dia melakukan pengancaman. Apabila tidak mau videonya disebarkan, maka korban harus mau melakukan hubungan badan dengan pelaku," ungkap AKP Wawan, menjelaskan modus pemerasan yang dilakukan RI.
Pentingnya Hukum dan Perlindungan Korban
Kasus ini kembali mengingatkan kita akan bahaya penyebaran konten intim tanpa persetujuan, atau yang dikenal dengan istilah "revenge porn". Tindakan ini bukan hanya pelanggaran privasi, tetapi juga merupakan bentuk kekerasan berbasis gender online yang dapat menimbulkan trauma mendalam bagi korban.
Polisi telah menyita satu unit ponsel yang digunakan RI untuk menyimpan dan menyebarkan video sebagai barang bukti. Kasus ini kini telah dilimpahkan ke Polrestabes Makassar untuk proses hukum lebih lanjut.
"Barang bukti adalah satu unit handphone yang di situ terdapat video yang dimaksud. Untuk proses hukumnya, saat ini kasusnya sudah kami limpahkan ke Polrestabes Makassar," pungkas AKP Wawan.
Semoga penanganan kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban dan menjadi peringatan bagi siapapun yang berniat melakukan tindakan serupa. Bagi korban kekerasan siber seperti ini, sangat penting untuk segera melapor kepada pihak berwajib dan mencari dukungan psikologis.
Editor : Sefnat Besie