KUPANG,iNewsTTU.id-- Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) 2025, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kupang bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Nusa Cendana (Undana) menggelar diskusi publik bertema “Menakar Kesejahteraan Buruh di NTT”, Kamis (1/5), di Aula SMKN 3 Kota Kupang.
Diskusi tersebut menghadirkan empat narasumber dari berbagai latar belakang, yakni Akademisi FISIP Undana Yohanes Jimmy Nami, Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) NTT Stanis Tefa, Mediator Hubungan Industrial Ahli Madya Dinas Nakertrans NTT Dua Ate Astobe, dan Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) NTT Toni Angtariksa Dima.
Dalam pemaparannya, Dua Ate Astobe menjelaskan bahwa kesejahteraan buruh dapat dicapai jika delapan sarana hubungan industrial dijalankan secara optimal. Sarana tersebut meliputi serikat pekerja, organisasi pengusaha, lembaga kerja sama bipartit dan tripartit, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, peraturan ketenagakerjaan, serta lembaga penyelesaian perselisihan.
“Jika semua elemen ini berjalan selaras, maka buruh akan terlindungi secara sistematis,” tegasnya.
Sementara itu, Stanis Tefa menyoroti ketimpangan jumlah industri di NTT yang tidak sebanding dengan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP).
“UMP NTT 2025 justru lebih tinggi dari DIY dan Jawa Tengah, padahal secara jumlah perusahaan kita masih tertinggal jauh,” ujarnya.
Ia juga mengkritik lemahnya pengawasan dari DPRD NTT terhadap isu-isu buruh. “Fungsi legislasi dan pengawasan seharusnya menyentuh persoalan buruh di seluruh kabupaten/kota, tapi realitanya belum maksimal,” tambahnya.
Dari sisi pengusaha, Toni Dima mengungkapkan bahwa era digitalisasi menjadi tantangan serius bagi serapan tenaga kerja.
“Perusahaan kini lebih memilih teknologi robotik yang lebih presisi dan efisien. Ini tentu berdampak pada keterlibatan tenaga kerja manusia,” jelasnya.
Namun ia juga menekankan bahwa kesejahteraan buruh tidak bisa dilepaskan dari etos kerja itu sendiri. “Jika perusahaan tumbuh karena kontribusi buruh, maka PHK bisa dihindari,” kata Toni.
Akademisi Yohanes Jimmy Nami menyampaikan catatan kritis tentang kondisi struktural ketenagakerjaan di NTT. Ia menyoroti minimnya lapangan kerja yang membuat lulusan perguruan tinggi bekerja tidak sesuai bidang.
“Sarjana pertanian malah jadi teller bank, ini akibat sempitnya peluang kerja,” ujarnya.
Jimmy juga menyinggung maraknya perdagangan manusia di NTT. Ia mencatat sepanjang Januari hingga Maret 2025, terdapat 49 TKI ilegal asal NTT yang dipulangkan dalam kondisi meninggal dunia.
“Kemiskinan struktural menjadi akar persoalan. Bahkan usulan membuka ruang usaha bagi ASN bisa berdampak buruk bila tidak dikontrol, karena berpotensi mengabaikan tugas utama mereka,” kritiknya.
Diskusi ini disambut antusias oleh ratusan peserta dari Cipayung Plus, berbagai BEM universitas di Kupang, dan organisasi mahasiswa kedaerahan.
Menutup kegiatan, Ketua Termandat GMNI Kupang Jacson Marcus menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang berpartisipasi.
“Semua pikiran dan gagasan dari narasumber dan peserta akan kami rangkum untuk disampaikan kepada Pemprov dan DPRD NTT. Ini sebagai bentuk dorongan agar perlindungan dan kesejahteraan buruh benar-benar menjadi prioritas,” tegas Jacson.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait