Kementerian dan lembaga yang sering berbenturan data, kata Trubus, adalah Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Badan Pangan Nasional dan Kementerian Pertanian. Sehingga, Ganjar- Mahfud perlu tegas menghapus ego sektoral yang menyulitkan pusat data nasional terbentuk.
"Kalau secara rasional, kebijakan ini bagus. Cuma pada tataran implementasi, akan berat. Pembenahan data itu enggak cukup setahun. Jadi, itu nanti ada namanya PDN, Pusat Data Nasional," kata Trubus.
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (SDI) mengamanatkan seluruh data penduduk menjadi satu. Namun, perlu kolaborasi dan sinergi antara kementerian dan pemerintah daerah supaya data penerima bansos bisa disatukan.
"Pada tataran pemerintah daerah, ini jauh lebih rumit. Biasanya yang dilaporkan jadi penerima (bansos) itu orang-orang yang mendukung kepala daerah itu saat kampanye. Kalau enggak kampanye, kalau enggak dukung saya, ya, enggak saya masukkan," kata Trubus.
Sebelumnya, capres Ganjar Pranowo sebelumnya menyebut program KTP Sakti didorong Ganjar-Mahfud guna mengefektifkan penyaluran bansos ke masyarakat. KTP Sakti juga dimaksudkan untuk meminimalisasi pungutan liar terhadap penerima bansos yang kerap terjadi.
"KTP Sakti akan memusnahkan praktik-praktik pungutan liar, yang kerap terjadi saat penyaluran bansos dan menghindari duplikasi data masyarakat, yang membutuhkan bantuan terintegrasi dalam satu sistem," kata Ganjar.
Ganjar optimistis program KTP Sakti bakal mudah dijalankan. Pasalnya, KTP Sakti akan berbasis pada NIK yang datanya relatif akurat. "Kita bisa melakukan profiling, ahli IT (informasi teknologi) cukup banyak, dan sebenarnya itulah basis data kita," ujar mantan Gubernur Jawa Tengah itu.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait