Tanoto Foundation, BKKBN NTT dan Jurnalis Mengurai Masalah Stunting di Desa Sillu

Rudy Rihi Tugu
Tanoto Foundation kolaborasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) NTT dan Jurnalis melihat kondisi stunting di Desa Sillu, Kec. Fatuleu, Kab.Kupang. Foto : Ist

KUPANG,iNewsTTU.id- Tanoto Foundation berkolaborasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) NTT dan Jurnalis media online, cetak dan elektronik, bersama - sama mengunjungi Desa Sillu di Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang, Senin (11/12/2023) guna melihat langsung kondisi keluarga, ibu hamil, ibu pasca melahirkan, serta balita yang mengalami stunting.

Kunjungan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari dua kali Forum Group Discussion (FGD) yang telah selesai dilakukan, agar para jurnalis dapat langsung melihat kondisi di lapangan terkait stunting di desa tersebut. 

Sekretaris BKKBN NTT, Mikhael Yance Galmin kepada media mengatakan kunjungan bersama awak media ini agar para jurnalis dapat melihat langsung keadaan di Desa dimana ada keluarga berisiko stunting yakni keluarga sasaran yang memiliki faktor risiko untuk melahirkan anak stunting.

" Kami membawa para jurnalis untuk dapat melihat langsung kondisi keluarga dari yang berisiko anak itu bisa stunting, mulai dari calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil, keluarga dengan anak 0-23 bulan, dan keluarga dengan anak 24-59 bulan, pula faktor lain yang bisa rekan- rekan jurnalis lihat kalau ada unsur lain yang bisa membuat anak yang dilahirkan berpotensi stunting, yaitu sanitasi, akses air bersih, dan kondisi 4T yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, terlalu banyak. dalam kegiatan ini kami juga membagikan paket sembako berupa beras dan telur kepada warga yang anaknya berisiko terkena stunting," Ujarnya.

Arnoldus Paut, Program Manager kemitraan BKKBN dari Tanoto Foundation mengatakan lewat kegiatan inu diaharapkan para jurnalis mampu menganalisis masalah langsung dari narasumber yakni masyarakat yang anaknya beresiko stunting atau stunting, guna mendapat data, memberikan saran dan masukan, lalu membuat berita yang mampu memberikan dampak masif bagi pembaca agar tergerak bersama pemerintah dan swasta serta pemangku kepentingan lainnya, dalam mengatasi masalah stunting di NTT.

" Kami sangat berharap dari monitoring lapangan ini, rekan- rekan jurnalis bisa mendapat data, memberi masukan dan menulis atau membuat berita yang bisa menggugah khalayak ramai, agar bersama semua unsur terkait untuk berkolaborasi pentahelix dalam mengatasi masalah stunting di NTT, semua ini demi generasi penerus NTT dan indonesia," Tambahnya.

Salah seorang warga yang diwawancarai iNews.id dan beberapa media yakni Merry Adriana Fony (43), seorang ibu rumah tangga warga Desa Sillu, Dusun 3, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang yang telah mempunyai 9 anak mengaku saat hamil anak bungsunya yakni Nowela Novela Moe yang baru berusia 20 hari mengatakan saat hamil ia hanya makan seadanya saja, seperti sayuran kalau ada uang baru dibelikan ikan atau daging sebagai penambah asupan gizi.

 


Merry Adriana Fony (43), ibu Nifas ( Pasca Melahirkan) warga Desa Sillu, Dusun 3, Kecamatan Fatuleu, Kab. Kupang telah mempunyai 9 anak mengaku saat hamil anak bungsunya yakni Nowela Novela Moe kurang mendapat asupan gizi. Foto : iNewsTTU.id/ Rudy Rihi

 

 

" Waktu hamil saya makan sayur apa adanya, tidak ada susu untuk ibu hamil, kalau ada uang baru beli ikan dan atau daging, dari puskesmas itu dikasih vitamin buat saya konsumsi juga," Jelasnya 

Jenni Johanes (30), Petugas Puskesmas Desa Sillu mengatakan, salah satu faktor tingginya angka stunting di desa tersebut karena rendahnya angka kesadaran ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan mereka pada faskes yang ada, selain faktor ekonomi, gizi dan usia kehamilan yang banyak didominasi usia yang terlalu muda dan terlalu tua.

" Kadang ibu hamil itu saat awal hamil itu belum datang di fasilitas kesehatan tapi nanti kalau perut sudah besar atau trimester 2 kadang trimester 3 sebelum melahirkan itu baru mereka datang periksa satu dua kali, setelah itu melahirkan. itu jadi itu salah faktor yang bikin angka stunting banyak di desa ini, selain ekonomi, pola hidup dan gizi, karena mereka tidak dapat kami kontrol setiap fase kehamilannya," Imbuh Jenni.

Giran Bere, Jurnalis Kompas.com mengatakan hasil temuan para jurnalis juga didapati bahwa kondisi jamban warga masih banyak yang memprihatinkan, karena jauh dari kata layak, bahkan untuk akses air bersih warga harus berjalan kaki minimal 400 meter guna mendapat air bersih dari sumur, kondisi ini diperburuk dengan tingkat pemahaman masyarakat yang stuck terkait masalah yang bisa memicu terjadinya stunting sejak dalam kandungan ibu. bahkan banyak anak di bawah usia 17 tahun yang sudah mempunyai balita yang berisiko stunting salah satunya karena faktor usia yang terlalu muda saat hamil.

" Banyak faktor yang kami temui saat melakukan peliputan langsung terkait stunting di desa ini, kami akan membuat kemasan berita yang baik dan lebih humanis terkait stunting dan kami semua jurnalis akan menuangkan apa yang kami lihat, dengar, rasa dalam bentuk karya jurnalistik yang bisa menggugah hati semua warga masyarakat untuk ikut terlibat memberantas stunting di NTT, kami sayangkan tadi Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang tidak hadir, padahal  kita bisa saling tukar data dan sharing  bagaimana mengatasi stunting di desa ini," Pungkasnya.(*)

 

 

Editor : Sefnat Besie

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network