Wini, iNewsTTU.id--Plt Kepala Karantina, Khaeruddin, secara resmi memaparkan kebijakan ekspor impor yang bertujuan untuk meningkatkan potensi kerja sama dalam bidang peternakan antara Republik Indonesia (RI) dan Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL) yang berlangsung di Wini, Kecamatan Insana Utara, Timor Tengah Utara, NTT, Kamis, 16/11/2023.
Dalam paparannya juga disampaikan prinsip dasar kesehatan hewan dan produknya terhadap ekspor impor komoditas, serta prosedur layanan karantina ekspor impor di perbatasan.
Ia menjelaskan, Provinsi NTT sebagai salah satu daerah penghasil ternak kelima secara nasional menerapkan konsep zero risk terhadap pencegahan masuknya hama penyakit menular strategis dari luar wilayah.
Hal ini tentunya sebagai langkah kehati-hatian dalam mitigasi risiko penyebaran hama penyakit berbahaya seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) serta Lumphy Skin Deseases (LSD).
Tindakan ini dinilai sangat efektif karena dapat mempertahankan wilayah Provinsi NTT tetap bebas PMK secara historis.
Peningkatan kerja sama bilateral antara kedua negara menjadi penting karena posisi geografis yang dimiliki.
Namun demikian pendekatan scientic base dan analisis risiko perlu dikedepankan termasuk Pemenuhan persyaratan dan sertifikasi kesehatan produk menjadi sangat penting.
"Kita mendukung upaya peningkatan kerja sama bilateral dalam bidang peternakan ini, sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat perbatasan. Namun demikian kita tetap harus menerapkan konsep kehati-hatian dan analisis risiko yang mendalam sehingga tidak menimbulkan efek kerugian yang lebih besar" ungkap Khaeruddin, di sela-sela paparannya.
Duta Besar RI untuk RDTL, Okto Dorinus Manik menegaskan bahwa peningkatan kerja sama bilateral di bidang peternakan ini menjadi penting, karena diketahui bersama RDTL khususnya wilayah otoritas Oecusse memiliki sumber daya peternakan yang melimpah.
Keberadaan para pimpinan institusi terkait dari negara RI dan RDTL untuk melakukan pembahasan yang lebih serius dari kerja sama ini.
"Kita pahami bahwa meskipun Provinsi NTT menerapkan konsep zero risk terhadap PMK namun dapat dipertimbangkan untuk memberi relaksasi dan kebijakan khusus serta solusi ekspor impor peternakan terhadap RDTL,"kata Okto Dorinus Manik.
Ia mengatakan bahwa karena wilayah ini juga sudah bebas PMK berdasarkan hasil survei bersama pemerintah RDTL dan Australia.
"Kedepan kita perkuat Joint Border Comunity,"ungkapnya.
Wapres REAOA RDTL, Maximiano Neno menyambut Forum Group Discussion ini dengan sangat serius, sangat baik untuk diskusi bersama antar negara karena berdampak baik bagi kedua negara.
Lebih lanjut Wapres REAOA mengatakan bahwa warga RDTL menerapkan prinsip Tara Bandu yaitu larangan untuk tidak melakukan ilegal di perbatasan terhadap hewan maupun produknya, serta tidak boleh eksploitasi produk-produk pertanian.
Ditempat yang sama, Wakil Bupati TTU berharap bahwa pertemuan ini dapat menghasilkan gagasan inovatif dan solusi yang dapat diimplemantasikan untuk mendukung potensi ekspor impor RI RDTL
Focus Group Discussion ini berlangsung sangat menarik dengan penuh keakraban antara kedua negara RI RDTL.
Hadir dalam FGD ini Dubes RI RDTL, Wapres REAOA, Wakil Bupati TTU, Plt. Kepala Karantina NTT, Jajaran Dirjen Pertanian Peternakan dan Perikanan Timor Leste, Jajaran Pimpinan Instansi terkait Pemprov NTT dan Kabupaten NTT, Kepala Administrator PLBN Motaain, Motamasin dan Wini, Dansatgas Pamtas RI-RDTL, Jajaran TNI Polri setempat serta para pimpinan BUMN.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait