Tepat pada 30 Agustus 1999 digelar jajak pendapat. Hasilnya 78,5% rakyat Timor Timur menolak otonomi luas dan 21,5% menerima. Dengan hasil itu, maka mayoritas masyarakat Timor Timur menghendaki berpisah dari Indonesia.
"Betapa pun pahit dan pedihnya kita menyaksikan kekalahan rakyat Timor Timur yang prointegrasi dalam jajak pendapat tersebut, namun kita sebagai bangsa yang besar yang menjunjung tinggi nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang dalam era baru sekarang ini berketetapan hati untuk memajukan demokrasi dan pelaksanaan hak asasi manusia, harus menerima dan menghormati hasil jajak pendapat itu," kata BJ Habibie.
"Selanjutnya, kita semua mengharapkan bahwa melalui jalan ini permasalahan Timor Timur yang sudah sekian lama berlarut-larut dan yang menjadi beban di atas pundak bangsa Indonesia akhirnya dapat diatasi. Dengan demikian, jelas kiranya bahwa bukanlah Timor Timur atau rakyat Timor Timur yang menjadi beban kita, tetapi permasalahan Timor Timur yang di forum-forum internasional yang tak kunjung terselesaikan," katanya.
Majelis Permusyawaratan Rakyat kemudian menerbitkan TAP MPR Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Jajak Pendapat di Timor Timur yang mengakui pemisahan Timor Timur dari NKRI. Setelah masa transisi yang diorganisasi oleh PBB, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara dan secara resmi merdeka dari Indonesia pada 20 Mei 2002. Mereka memutuskan mengubah nama menjadi Timor Leste.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait