Tanah Disita, Keluarga Konay Ngadu ke DPR RI

KUPANG,iNewsTTU.id-- Sengkarut kasus dugaan tindak pidana korupsi senilai Rp 900 miliar yang ditangani Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) kembali menyita perhatian publik. Kali ini, keluarga besar Konay yang diwakili oleh Fransisco Bernando Bessi, melayangkan protes secara resmi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI.
RDP tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, pada Rabu (16/7/2025). Dalam forum resmi itu, Fransisco menyampaikan keberatan keras keluarga Konay terkait penyitaan sebidang tanah seluas 99.785 meter persegi yang dilakukan penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejati NTT.
Menurut Fransisco, status hukum tanah tersebut telah lama tuntas. Ia menjelaskan bahwa pada 8 September 1997, tanah itu telah dieksekusi berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang. Bahkan, pada tahun 1999, terdapat surat resmi dari Kepala Lapas Kupang saat itu, Dicky Foeh, yang menyerahkan sebagian tanah kepada pihak keluarga, yang diwakili Esau Konay (alm).
“Tanah itu diserahkan secara langsung oleh Kalapas Dicky Foeh kepada Esau Konay, dan disaksikan oleh sejumlah orang. Bahkan hingga saat ini, bangunan-bangunan lama seperti Lapas masih berdiri kokoh dan belum pernah dieksekusi,” ungkap Fransisco dalam RDP.
Fransisco menegaskan bahwa Marthen Soleman Konay alias Tenny Konay, sebagai ahli waris sah dari Esau Konay (alm), tidak pernah menjual tanah tersebut kepada siapa pun. Ia menuding bahwa jika ada anggota keluarga Konay lainnya yang mengklaim menjual tanah tersebut, maka mereka adalah pihak yang telah kalah dalam perkara hukum sebelumnya.
Bahkan, beberapa nama yang disebut pernah menjual tanah tersebut seperti Yuliana Konay, Yonas Konay, dan Nicson Lili, menurut Fransisco, telah meninggal dunia.
Aroma Kejanggalan dalam Proses Hukum
Yang menjadi sorotan dalam pengaduan ini adalah proses hukum yang dianggap tidak transparan oleh keluarga Konay. Fransisco mengungkapkan, pihaknya baru mengetahui adanya penyelidikan terhadap status tanah itu setelah Marthen Konay angkat bicara ke media. Tak lama kemudian, Marthen malah dipanggil untuk diperiksa oleh penyidik Tipidsus Kejati NTT.
“Aneh, setelah Marthen buka suara di media tentang bukti-bukti tanah, justru dia yang diperiksa. Kami tidak pernah diberitahu soal proses hukum ini dari awal. Lalu di mana asas keterbukaan dan keadilan?” tegas Fransisco.
Ia pun mempertanyakan integritas proses penyidikan oleh Kejati NTT, mengingat obyek tanah yang disita sejatinya telah memiliki rekam jejak hukum yang jelas sejak lebih dari dua dekade lalu.
Menanggapi pengaduan tersebut, Komisi III DPR RI berjanji akan menindaklanjuti persoalan ini dengan serius. Dalam kesimpulan RDP, Ketua Komisi III Habiburokhman memastikan pihaknya akan segera memanggil Kejaksaan Tinggi NTT dan Kemenkum HAM NTT untuk mengklarifikasi status tanah serta memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam proses penanganan perkara korupsi tersebut.
Langkah ini diharapkan dapat membuka tabir permasalahan dan menghadirkan kejelasan hukum yang berkeadilan, bukan hanya terhadap para tersangka, tetapi juga terhadap masyarakat yang terdampak, termasuk keluarga Konay.
Editor : Sefnat Besie