14 Tahun Beroperasi, Pemkot Bekasi Ungkap Praktik Pengobatan Alternatif Berkedok Pelecehan Seksual

BEKASI, iNewsTTU.id- Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi akhirnya membongkar praktik pengobatan alternatif di kawasan Pondok Melati yang diduga kuat menjadi kedok untuk melakukan pelecehan seksual terhadap belasan wanita. Praktik haram yang dijalankan oleh seorang pria berinisial M ini diketahui telah beroperasi sejak tahun 2011.
Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, secara langsung mengunjungi para korban dan menyampaikan perkembangan kasus ini melalui kanal YouTube pribadinya. Dalam keterangannya, Tri mengungkapkan bahwa laporan pertama mengenai dugaan pelecehan ini diterima melalui pesan langsung (Direct Message) di akun Instagram pribadinya. Laporan tersebut mengindikasikan adanya penyalahgunaan praktik pengobatan alternatif yang berujung pada tindakan pelecehan seksual terhadap sejumlah warga.
"Saya sangat mengapresiasi keberanian para ibu-ibu yang sudah bersuara. Ini langkah penting agar tidak ada lagi korban berikutnya," tegas Tri, Kamis (15/5).
Tri memastikan bahwa proses hukum terhadap pelaku akan tetap berjalan melalui jalur resmi. Sebagai langkah awal, klinik tempat praktik M telah ditutup oleh Camat Pondok Melati, Heryanto. Beberapa korban bahkan telah berani menyampaikan kesaksian mereka secara terbuka melalui platform YouTube, menceritakan kronologi kejadian yang mereka alami.
Wali Kota juga menyoroti peran penting media sosial sebagai wadah aspirasi dan pengaduan masyarakat yang efektif. Menurutnya, keberanian korban untuk melapor melalui media sosial telah membuka fakta dan mendorong pengungkapan kebenaran.
"Ini contoh nyata bagaimana media sosial bisa digunakan secara bijak. Ketika ada keberanian untuk melapor, kebenaran bisa terungkap dan keadilan bisa ditegakkan. Terima kasih kepada semua pihak yang sudah berperan melalui media sosial," ujarnya.
Tempat pengobatan alternatif yang berlokasi di Pondok Melati ini kini telah disegel oleh Pemkot Bekasi. Fakta mengejutkan terungkap bahwa praktik ini telah berjalan selama kurang lebih 14 tahun, dan hingga saat ini sudah ada 15 orang wanita yang secara resmi melapor menjadi korban. Namun, kuat dugaan bahwa jumlah korban akan terus bertambah seiring dengan keberanian korban lain untuk bersuara.
Ketua RT 02 Pondok Melati, Gunam, menjelaskan bahwa tempat tersebut awalnya dikenal sebagai lokasi pengobatan spiritual. Warga dari berbagai daerah sering datang untuk mencari pengobatan, mulai dari pijat hingga meminta air doa untuk mengatasi masalah supranatural seperti kesurupan.
"Sejak 2011 itu udah jalan. Banyak yang datang dari kampung-kampung, ada yang kesurupan minta air, ada juga yang cuma minta diurut," ungkap Gunam.
Meskipun telah beroperasi dalam waktu yang lama, dugaan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh M baru terungkap belakangan ini, setelah beberapa korban memberanikan diri untuk menceritakan pengalaman traumatis mereka.
Salah satu korban, R (25), menuturkan bahwa dirinya menjadi korban pelecehan saat menjalani pengobatan pada tahun 2018. Saat itu, ia datang karena merasa "ketempelan" makhluk halus. Namun, dalam proses "pengobatan" tersebut, M justru melakukan tindakan tidak senonoh yang membuatnya trauma.
"Saya waktu itu merasa ketempelan, kayak ada yang ngikutin. Tapi pas dia ngelakuin pengobatan, tangannya malah masuk-masuk ke tubuh saya. Nggak sopan banget," cerita R dengan nada geram.
R mengaku sempat melaporkan kejadian tersebut ke Komnas Perempuan pada tahun 2023. Namun, laporannya tidak langsung ditindaklanjuti karena dianggap telah terjadi terlalu lama.
Lebih lanjut, R meyakini bahwa jumlah korban sebenarnya jauh lebih banyak dari yang telah melapor. Namun, rasa takut dan malu menjadi alasan utama bagi sebagian besar korban untuk memilih diam.
"Yang lain sebenarnya juga jadi korban, tapi mereka nggak mau ikut ngomong, apalagi kumpul kayak gini. Takut, malu mungkin begitu," ujarnya lirih.
Ironisnya, selama lebih dari satu dekade beroperasi, praktik pengobatan alternatif milik M ini tidak pernah menimbulkan kecurigaan dari warga sekitar. Bahkan, tempat tersebut sering digunakan untuk kegiatan pengajian rutin setiap malam Jumat, yang diadakan mulai tengah malam hingga menjelang waktu subuh.
"Nggak ada yang curiga sih, karena kalau ada orang keluar masuk juga nggak rame-rame. Kalau pengajian, emang rutin tiap malam Jum'at. Mulainya jam 12 malam sampai subuh," jelas Gunam.
Kini, dengan terungkapnya kasus ini, warga sekitar berharap proses hukum dapat berjalan dengan tegas dan pelaku segera diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Editor : Sefnat Besie