KUPANG,iNewsTTU.id-- Sidang lanjutan sengketa Pilkada Belu di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (23/1/2025), menjadi panggung drama baru. Fokusnya: dugaan ketidakjujuran Vicente Hornai Gonsalves, calon wakil bupati nomor urut 1. Vicente dituduh menyembunyikan statusnya sebagai mantan narapidana, memicu gugatan dari pasangan calon nomor 2, dr. Taolin Agustinus dan Yulianus Tai Bere.
Dalam persidangan, Hakim MK Enny Nurbaningsih mempertanyakan sikap KPU Belu yang tidak mendeteksi kebohongan Vicente. Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, menyebut Vicente tidak mencentang kotak pernyataan mantan napi saat mendaftar. "Karena dia tidak centang, kami anggap dia bukan mantan terpidana," ujarnya. Namun, Hakim Enny dengan tajam bertanya, “Apakah itu jujur atau tidak?”
Sementara itu, Bawaslu Belu membeberkan fakta mengejutkan: Vicente dilaporkan atas dugaan pelanggaran pidana pemilu dan administrasi. Sayangnya, ia tak pernah hadir saat dipanggil Bawaslu maupun penyidik. Bahkan, setelah dicari berulang kali, Vicente tak kunjung ditemukan. Akibatnya, kasus pidana dihentikan karena daluwarsa.
Namun, untuk pelanggaran administrasi, Bawaslu menyatakan Vicente terbukti melanggar prosedur pendaftaran. Rekomendasi pun disampaikan ke KPU Belu. Tapi KPU Belu menyatakan prosedur pencalonan sudah sesuai aturan.
Hakim MK kini dihadapkan pada dilema: apakah Vicente, yang dinyatakan layak oleh KPU, benar-benar memenuhi syarat atau malah menyembunyikan kebenaran? Ketegangan ini menguak celah dalam pengawasan pemilu.
Sementara publik menunggu putusan MK, kasus ini mengingatkan kita bahwa kejujuran adalah pondasi demokrasi. Apakah Vicente akan terungkap sebagai pemimpin yang jujur, atau justru menjadi simbol lemahnya integritas dalam politik? Semua tergantung putusan akhir.
Editor : Sefnat Besie