KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Seorang warga asal Desa Oenino, Kecamatan Bikomis Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Baltasar Subun (38 tahun), bersama istrinya Yukiana Lake, mendatangi kantor Lembaga Advokasi dan Kebijakan Masyarakat (Lakmas) Cendana Wangi NTT.
Pihaknya mengadukan dugaan ketidakadilan dan kejanggalan dalam penanganan laporan pengeroyokan yang terjadi pada 14 Agustus 2024 lalu, di mana para pelaku pengeroyokan yang diketahui adalah tetangganya sendiri masih bebas berkeliaran.
Baltasar Subun mengungkapkan bahwa peristiwa tragis tersebut bermula pada sore hari ketika ia hendak memperbaiki lampu di rumahnya yang putus saat listrik menyala. Untuk menghindari risiko tersengat listrik, Baltasar buru-buru menuju rumah Antonius Subun, sumber aliran listrik bagi rumahnya dan dua rumah lainnya, untuk mematikan aliran listrik.
Namun, tindakan ini memicu kemarahan Mikhael Subun, salah satu tetangganya, yang langsung menegur Baltasar dan kemudian menyerangnya secara fisik.
Kronologi yang disampaikan Baltasar menunjukkan bahwa setelah Mikhael memeluknya dengan kuat dari belakang, dua orang lainnya, Benediktus Subun dan Nikolaus Subun, turut serta dalam pengeroyokan tersebut.
Benediktus meninju dagu Baltasar hingga bibirnya robek, dan kemudian memukul kepalanya dengan batu hingga mengalami luka serius. Nikolaus menambah derita Baltasar dengan mendorong dan meninjunya hingga ia jatuh tersungkur ke tanah.
Usai kejadian tersebut, Baltasar berhasil mendapatkan bantuan dari seorang tetangganya, Nobertus Sine, yang kemudian membawanya ke Rumah Sakit Umum Kefa bersama istrinya.
Di rumah sakit, ia menjalani perawatan intensif dan menerima saran dari tenaga medis untuk melaporkan kasus ini ke polisi.
Baltasar dan keluarganya langsung melaporkan insiden tersebut ke Polres TTU pada malam yang sama. Namun, saat memberikan keterangan kepada pihak kepolisian, Baltasar merasa keterangannya tidak sepenuhnya dicatat dengan benar.
Menurutnya, ada detail yang diputarbalikkan, seolah-olah dirinya dan para pelaku sempat duduk bersama dan minum sebelum terjadi perkelahian, padahal hal tersebut tidak pernah terjadi.
"Saya katakan kepada polisi bahwa itu tidak benar. Saya tidak pernah duduk minum bersama mereka. Mereka datang satu per satu dan mengeroyok saya," ujar Baltasar dalam pengaduannya.
Lebih lanjut, Baltasar merasa kecewa karena setelah kejadian tersebut, ia hanya diperiksa sekali oleh polisi, dan hingga kini para pelaku pengeroyokan masih berkeliaran bebas di desa.
Kondisi kesehatannya yang belum pulih sepenuhnya, ditambah dengan keterbatasan ekonomi yang menghalanginya untuk mendapatkan perawatan lanjutan di Kupang, membuat Baltasar semakin frustasi.
Di tengah kondisi fisiknya yang masih lemah, dengan tangan kirinya yang masih dalam gendongan kain, Baltasar datang ke Lakmas Cendana Wangi bersama keluarganya untuk mencari keadilan.
Ia berharap ada bantuan hukum yang dapat memastikan bahwa kasusnya diproses dengan benar dan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
Kasus pengeroyokan ini menjadi sorotan, terutama dalam hal penegakan hukum yang dirasakan belum maksimal oleh korban.
Lakmas Cendana Wangi NTT diharapkan dapat memberikan pendampingan yang memadai agar keadilan dapat ditegakkan di Kabupaten TTU, sekaligus menjadi pelajaran penting bagi aparat penegak hukum untuk bertindak lebih cepat dan tegas dalam menangani kasus serupa.
Direktur Lakmas Cendana Wangi NTT Viktor Manbait mengaku sedang mempelajari aduan tersebut selanjutnya akan melakukan bantuan hukum untuk mencari keadilan bagi kliennya.
Editor : Sefnat Besie