SOE,iNewsTTU.id-Warga Amanuban menggelar Musyawarah Adat Amanuban dan membuat petisi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang intinya masyarakat meminta SK Menteri terkait status hutan adat Laob Tumbes Tahun 2016 segera dicabut.
Hal ini disampaikan Sekretaris Masyarakat Hukum Adat Amanuban, Pina One Nope, Senin ( 13/11/2023). Adapun berdasarkan Masyarakat Hukum Adat dan Budaya Amanuban pada Sabtu (11/11/2023) masyarakat menyampaikan Petisi kepada Penyelenggara Negara Republik Indonesia baik itu kepada Yang Mulia Presiden Republik Indonesia dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, sebagaimana tujuan surat tersebut diatas sebagai berikut bahwa :
1. Negara “wajib” menghargai dan menghormati Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat di Indonesia termasuk Masyarakat Hukum Adat Amanuban beserta hak-hak tradisionalnya sesuai dengan Amananat Konstitusi /Undang-Undang Dasar 1945.
2. Menolak klaim Penyelenggara Negara atas tanah-tanah masyarakat hukum Adat Amanuban menjadi kawasan Hutan Produksi Laob Tumbesi dan kawasan hutan lainnya sehingga mempersempit Ruang Hidup masyarakat Amanuban.
3. Meminta kepada Penyelenggara Negara dalam hal ini Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan untuk membatalkan SK menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2016 atau sekurang-kurangnya mengeluarkan wilayah Hukum Adat Amanuban dari kawasan hutan, kecuali titik-titik hutan yang memang selama ini telah diakui keberadaan titik-titik hutan oleh masyarakat adat Amanuban itu sendiri sebagai bagian konservasi alam bagi kepentingan bersama.
4. Perlu upaya nyata dari Pemerintah untuk menyelesaikan seluruh persoalan kehutanan diatas tanah-tanah Amanuban.
Ketua Perkumpulan masyarakat Hukum adat Amanuban Wemrids M. Nope menegaskan jika pemerintah dalam hal ini Presiden, Wakil Presiden dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menganggap masyarakat Amanuban eksis maka seharusnya tidak ada perampasan tanah adat milik warga.
"Kalau Presiden dan Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan Republik Indonesia menganggap bahwa masyarakat TTS terutama masyarakat Amanuban adalah bagian dari republik Indonesia maka tidak seharusnya tanah masyarakat diklaim sebagai milik kehutanan sebab seluruh tanah di Amanuban adalah tanah adat" Ujarnya.
Sementara itu Ketua Panitia Musyawarah Adat Amanuban Exsimus Tse mengatakan bahwa di Amanuban tidak ada tanah Belanda. Raja Amanuban yang membagi-bagi tanah ke seluruh masyarakat Amanuban bukan Belanda dan jika diklaim oleh Kehutanan ini sudah keterlaluan. Bahkan ada pengakuan dari beberapa tokoh masyarakat dalam musyawarah adat bahwa kayu jati dan mahoni yang ditanam sendiri oleh rakyat di tanah mereka, setelah pohon tersebut besar dan mau dipotong, malah masyarakat ditangkap dan dimasukkan ke penjara.
" Ada informasi jika kayu mahoni dan jati yang ditanam warga dilahan mereka dan saat mau ditebang malah mereka dibawa ke ramah hukum, ini tidak masuk akal, belum lagi sekarang ada 115 desa yang diklaim sebagai kawasan hutan produksi tetap Laob Tumbesi," tambahnya.
Pina Ope Nope selaku sekretaris Perkumpulan masyarakat Hukum adat Amanuban mengatakan "Musyawarah adat dan pembacaan PETISI Amanuban ini bertujuan untuk fokus pada perlindungan hak-hak dasar manusia Amanuban sebagai sebuah suku bangsa yang memiliki hak hidup diatas tanahnya sendiri. Klaim kehutanan atas tanah masyarakat adalah cara-cara penjajah, " tegas Pina Nope. (*)
Editor : Sefnat Besie