TAKENGON, iNewsTTU.id- Misran, warga Pepayungen Angkup, belakangan menjadi pembahasan, pasalnya Lokasi Kampus IAIN Takengon diklaim merupakan miliknya.
Kisah Haru dibalik hal itu lantaran Misran merasa terzalimi lantaran kehilangan tanah kebunnya yang kini menjadi lokasi kampus IAIN Takengon.
Misran Ayah tiga anak ini mengungkapkan bahwa dirinya akhirnya ditangkap oleh pihak kepolisian setelah mencoba mengamankan tanah miliknya yang menjadi bagian dari lokasi pembangunan kampus.
Setelah melalui proses hukum yang panjang, Misran yang berprofesi sebagai petani kopi ini pun akhirnya dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Takengon dan dijatuhi hukuman penjara selama 16 bulan atas tuduhan merampas dan merusak tanah tersebut.
"Saya yakin tanah itu adalah milik saya, tetapi setelah saya memasang pagar, saya malah terjerat kasus hukum," ucap Misran kepada iNews.id pada Minggu (4/9/2023).
Ia juga menjelaskan bahwa tanah seluas 16.000 meter persegi tersebut adalah hasil warisan dari orang tuanya pada tahun 2010.
"Tanah itu adalah bagian dari warisan orang tua kami, dan kami sudah mengurus semua surat-suratnya sejak tahun 2014," tambah Misran.
Sebelum pembangunan kampus, tim pembebasan lahan pernah mengunjungi rumah Misran di Desa Angkup untuk membicarakan proses pembebasan lahan tanah kebun milikya di Desa Mulie Jadi.
Namun, proses tersebut tampaknya tidak berlanjut, dan Misran menyatakan bahwa tidak ada kesepakatan jual beli yang tercapai.
Ia berharap pihak kampus IAIN Takengon akan menyelidiki dari siapa mereka membeli tanah tersebut, mengingat Misran masih memegang surat-surat kepemilikan tanah tersebut.
"Tanah ini masih milik saya, surat-suratnya lengkap. Saya mohon agar pihak kampus IAIN Takengon tidak melanjutkan pembangunan kampus di tanah saya," pungkas Misran sambil meneteskan air mata.
Diketahui, Kampus IAIN Genting Gerbang yang terletak di Kampung Mulie Jadi, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, menjadi sorotan publik karena berdekatan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), hal ini pun memicu aksi protes mahasiswa yang menolak berkuliahan di sana.***
Editor : Sefnat Besie