Satu Debitur Bank di NTT Tolak Penilaian Objek Lelang, Curigai Mafia Peradilan

*Joni Nura
Debitur Bank di NTT Tolak Penilaian Lelang, Curigai Dokumen Bermasalah dan Mafia Peradilan. Foto: Ist

LARANTUKA, iNewsTTU.id - Seorang debitur Bank di NTT, Thomas Arif Wijaya, secara tegas menolak rencana penilaian objek lelang miliknya oleh Pengadilan Negeri (PN) Larantuka yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa (3/6/2025) pukul 09.00 WITA.

Objek lelang berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kelurahan Postoh, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, dengan dasar Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 19 seluas 918 meter persegi ini akan dinilai atas permohonan Bank NTT sebagai bagian dari proses eksekusi aset jaminan kredit.

Namun, Thomas Arif Wijaya merasa keberatan lantaran dokumen yang menjadi dasar pelaksanaan penilaian dinilainya tidak sesuai dengan jaminan yang ia serahkan kepada pihak bank. Ia bahkan menaruh curiga adanya praktik mafia dalam proses peradilan yang sedang dihadapinya.

“Tanah yang saya jaminkan berdasarkan akta 04 dengan surat ukur nomor 07, bukan surat ukur nomor 09 sebagaimana disebut dalam surat dari PN. Ini menimbulkan pertanyaan besar, karena surat dari pengadilan mencantumkan dokumen yang berbeda,” ungkap Thomas kepada wartawan usai menyerahkan surat keberatan ke PN Larantuka, Senin (2/6/2025).

“Jawaban dari PN Larantuka justru menyatakan hal itu sudah final. Ini yang menimbulkan dugaan dari kami terkait adanya mafia peradilan,” imbuhnya dengan nada kecewa.

Keluarga mempertanyakan keabsahan dokumen

Pihak keluarga Thomas Arif Wijaya juga turut mempertanyakan keabsahan dokumen yang digunakan pengadilan. Yohanes N.D. Paru, yang mewakili keluarga, mengungkapkan bahwa mereka telah mendatangi pengadilan untuk meminta klarifikasi terkait perbedaan dokumen tersebut, namun justru diarahkan untuk berkoordinasi dengan pihak bank.

“Ini aneh. Surat itu dikeluarkan oleh pengadilan, tapi kami justru disuruh bertanya ke bank. Logikanya tidak masuk,” ujar Anis Paru, sapaan akrabnya, saat diwawancarai di halaman Kantor PN Larantuka.

Ia menyayangkan pernyataan Ketua PN Larantuka yang menyebut bahwa pengadilan hanya menjalankan permintaan dari Bank NTT. “Ketua PN menyebut mereka hanya memproses permintaan bank. Padahal, seharusnya pengadilan memastikan keabsahan dokumen yang digunakan sebagai dasar tindakan hukum,” tegasnya.

Menanggapi situasi ini, pendamping hukum Thomas Arif Wijaya, Matias Lidang Sabon, SH, MM, menyatakan dengan tegas bahwa pihaknya menolak pelaksanaan penilaian selama dokumen yang digunakan dinilai tidak sah. Ia juga menyatakan akan menempuh upaya hukum lanjutan untuk memperjuangkan keadilan bagi kliennya.

“Kami sedang mempersiapkan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dan kemungkinan pelaporan dugaan pemalsuan dokumen ke kepolisian maupun kejaksaan,” tegas Matias.

Surat permohonan penilaian objek lelang tersebut dikeluarkan oleh Ketua PN Larantuka, Maria Rosdiyanti Servina Maranda, SH, pada 27 Mei 2025, sebagai tindak lanjut dari permintaan Bank NTT tertanggal 1 Februari 2025.

PN Larantuka telah menjalankan prosedur

Sementara itu, Ketua PN Larantuka, Maria Rosdiyanti Servina Maranda, saat diwawancarai di ruang kerjanya, menjelaskan bahwa pengadilan telah menjalankan prosedur sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh pihak bank.

Ia menegaskan bahwa dokumen yang dipermasalahkan oleh pihak debitur justru telah digunakan sendiri oleh pihak termohon dalam proses hukum sebelumnya, termasuk saat mengajukan memori PK.

“Dalam perkara perdata, hakim bersifat pasif. Pembuktian diserahkan kepada para pihak. Justru bukti yang dipersoalkan sekarang, berasal dari dokumen yang mereka sendiri ajukan sebelumnya,” jelas Maria Rosdiyanti.

Namun, dalam surat keberatan tertanggal 1 Juni 2025, Thomas Arif Wijaya menilai bahwa surat dari pengadilan tidak menjelaskan secara rinci identitas tanah dan bangunan yang akan dinilai, serta tidak mencantumkan secara jelas nomor surat ukur yang sesuai dengan objek jaminan kreditnya.

“Surat itu tidak mencerminkan objek jaminan yang sebenarnya saya serahkan dalam perjanjian kredit. Isinya membingungkan,” tulis Thomas dalam surat keberatannya.

Dengan nada getir, Thomas Arif Wijaya menegaskan bahwa dirinya akan terus berjuang demi keadilan. “Walau dunia seakan runtuh, hukum tetap harus ditegakkan,” pungkasnya.

Editor : Sefnat Besie

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network