Ia menambahkan, kebanyakan pasien yang datang sudah berada pada tahap akhir, di mana penanganan medis terbatas karena belum ada obat untuk menyembuhkan rabies yang sudah bergejala.
Dalam kasus AK, pasien anak usia 7 tahun itu bahkan diminta pulang paksa oleh keluarganya pada pukul 01.00 dini hari, karena merasa putus asa dengan kondisi yang memburuk.
Pihak rumah sakit telah berupaya memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai risiko penularan, terutama jika pasien dibawa pulang dan berkontak dengan orang lain. Namun, keputusan tetap berada di tangan keluarga.
“Kami sudah sampaikan bahaya penularan rabies jika berkontak dengan pasien. Tapi banyak keluarga sudah menganggap pasien pasti meninggal, jadi memilih untuk merawat di rumah,” katanya.
Selain itu, Pauyulia juga menyoroti masalah utama yang menyebabkan rabies terus muncul, yakni masih tingginya angka gigitan hewan penular rabies (HPR) dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan luka gigitan.
“Banyak yang digigit tapi tidak langsung ke fasilitas kesehatan, karena dianggap gigitan kecil. Akhirnya setelah dua-tiga bulan baru muncul gejala rabies,” jelasnya.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait