Maumere, iNewsTTU.id – Polemik perubahan akta pendirian Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere NTT kembali mencuat, menyusul batalnya kunjungan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, yang diagendakan memberikan kuliah umum di kampus tersebut pada 24–25 April 2025 lalu.
Dalam kunjungan itu, Ketua Yayasan Unipa Maumere, Sabinus Nabu, berencana menyerahkan dokumen permohonan penegerian universitas tersebut. Namun, rencana penegerian Unipa menuai kontroversi, terutama terkait status kepemilikan lembaga yang belum jelas hingga kini.
Terkait hal itu, Advokat senior Petrus Selestinus turut angkat bicara. Ia menilai perubahan akta pendirian dan status kepemilikan Unipa berpotensi melanggar hukum dan bahkan mengarah pada tindak pidana korupsi.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini menuding bahwa Bupati Sikka saat itu, Alexander Longginus, dan Wakil Bupati Yoseph Ansar Rera (periode 2003–2008) telah secara diam-diam mengubah status kepemilikan Unipa menjadi milik Yayasan.
"Akta pendirian Lembaga Pendidikan Tinggi Unipa dibuat tahun 2003, yang secara tegas menyatakan bahwa lembaga ini didirikan atas nama dan untuk Pemerintah Kabupaten Sikka sebagai pemilik. Kekayaan awal lembaga sebesar Rp2 miliar berasal dari APBD Sikka, sebagaimana tertuang dalam pasal 19 akta pendirian tersebut," jelas Petrus, saat dihubungi via sambungan telepon.
Namun, lanjutnya, hanya setahun kemudian—pada 22 Oktober 2004—akta pendirian tersebut diubah menjadi akta pendirian Yayasan Pendidikan Tinggi Nusa Nipa melalui Akta Notaris No. 21, dengan Aleks Longginus dan Ansar Rera tercantum sebagai pendiri atas nama pribadi.
"Dasar peralihan dan mekanisme pengalihan tidak dijelaskan dalam akta baru itu. Bahkan DPRD dan Pemkab Sikka tidak mengetahui perubahan tersebut," tegas Petrus.
Menurutnya, tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004. Perubahan yang hanya mengakomodasi kepentingan pribadi tanpa memperhatikan legalitas dan kepentingan publik dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
"Lebih dari itu, tindakan ini berpotensi sebagai tindak pidana korupsi karena tidak melibatkan DPRD dan Pemkab Sikka, padahal aset awal berupa uang Rp2 miliar dan tanah milik Pemda digunakan untuk mendirikan Unipa," ujarnya.
Petrus mendesak DPRD Sikka untuk menggunakan hak angket dan interpelasi guna meminta klarifikasi serta membuka penyelidikan hukum secara transparan. Ia menyebut terdapat bukti kuat bahwa perubahan status hukum dilakukan secara diam-diam tanpa persetujuan resmi dari otoritas daerah.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Universitas Nusa Nipa belum memberikan keterangan resmi terkait pernyataan tersebut.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait