KUPANG,iNewsTTU.id-- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berharap prevalensi stunting NTT kembali mengalami penurunan tahun ini seperti dua tahun terakhir. Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo mengatakan, stunting pasti pendek namun pendek belum tentu stunting.
Menurutnya, ada tiga kerugian yang didapatkan jika anak terlahir sebagai stunting. Yang pertama pasti berpostur pendek sehingga tidak bisa masuk sebagai anggota TNI-Polri. Yang kedua kemampuan intelektualnya lambat bahkan berat.
"Yang ketiga, jika di hari tua akan sering alami sakit-sakitan. Orang stunting itu kalo pendek dan makannya banyak akan gemuk di tubuh bagian tengah, dengan ancaman darah tinggi, obesitas, kolesterol dan lain-lain," ungkap Hasto Wardoyo.
Sedangkan Kepala BKKBN NTT Marius Mau Kuru mengatakan, prevalensi stunting diharapkan bisa turun ke angka 13 persen sesuai trend tersebut. Ia juga berharap intervensi dari semua pihak untuk ikut menekan prevalensi stunting di NTT.
Menurutnya, pada Agustus 2021 prevalensi stunting di NTT ada pada angka 20,9 persen. Sementara hasil timbang dan ukur terhadap bayi bawah lima tahun (balita) pada Agustus 2022 turun ke 17 persen.
Laporan terakhir menyatakan, adanya 77.378 kasus stunting di NTT pada Agustus 2022 lalu dengan prevalensi 17,7 persen. Prevalensi ini ditekan dari beberapa tahun lalu yang mencapai 20 persen.
Sedangkan pada Februari 2023 juga telah dilakukan penimbangan atau pengukuran terhadap balita. Angka terbaru mengenai stunting ini akan dipublikasikan secara sah oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, setelah semua data dari kabupaten dan kota terkumpul.
"Diharapkan turun lagi ke 14 atau bahkan 13 persen. Harapan kita seperti itu karena dalam persiapan untuk operasi timbang kita semua sudah bergerak," jelas Marius Mau Kuru.
Ia menambahkan, sasaran timbang untuk Februari ini pun mencapai 440 ribu anak dan sebelumnya BKKBN NTT mengedukasi agar semua keluarga yang memiliki balita dapat mengikuti operasi timbang.
"Partisipasi balita untuk mengikuti operasi timbang ini diharapkan juga telah 100 persen, sehingga dapat terdata seluruhnya," ujar Marius Mau Kuru.
Penanganan stunting ini pun kini diintervensi oleh semua sektor melalui berbagai program. Misalnya program orang tua asuh yang juga diterapkan oleh TNI Polri. BKKBN NTT juga bergerak ke berbagai stakeholder termasuk melalui tokoh agama dan rumah ibadah.
77 Triliun Untuk Penanganan Stunting
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan anggaran sub kegiatan penanganan stunting senilai Rp77 triliun tetapi hanya Rp34 triliun yang langsung diterima oleh balita.
Menurut Marius Pemerintah NTT telah memiliki strategi untuk menjaga agar anggaran stunting tepat sasaran searah dengan prevalensi stunting yang turun ini. Menurutnya, anggaran stunting juga diharapkannya tepat sasaran sesuai dengan penanganan stunting pada anak.
"Untuk pengawasan saya pikir strategi dari setiap pemerintah daerah tentunya pasti ada karena pemerintah daerah tidak ingin anggaran itu bocor. Itu pasti," tutupnya.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait