Pengusaha Ungkap Dugaan Jual Beli Rekomendasi dan Monopoli Izin Kuota Ternak Sapi di TTU, Ada Bukti

KEFAMENANU, iNewsTTU.id - Persoalan kuota ternak sapi di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) memicu polemik di kalangan pengusaha lokal. Sebagian besar pengusaha ternak sapi di daerah tersebut menentang kebijakan Dinas Peternakan TTU yang memberikan rekomendasi kepada pengusaha dari luar daerah.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan ketidakadilan dalam distribusi kuota yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pengusaha lokal untuk meningkatkan perekonomian masyarakat TTU.
Menurut informasi yang dihimpun, pengusaha ternak sapi di TTU yang telah mengajukan permohonan rekomendasi sejak sebulan lalu mengaku belum mendapat respons.
Sebaliknya, Dinas Peternakan TTU malah memberikan rekomendasi kepada pengusaha dari wilayah lain, bahkan sapi yang seharusnya dibeli di TTU justru didatangkan dari luar daerah, seperti Kupang, TTS, Belu, atau Melaka.
Seorang pengusaha sapi lokal TTU, WK, menegaskan bahwa meskipun ia setuju dengan kehadiran pengusaha luar untuk membawa lebih banyak sapi, namun hal ini tidak boleh mengabaikan pengusaha lokal.
“Pengusaha luar harus membeli setidaknya 70% dari sapi TTU, sementara 30% sisanya boleh diambil dari luar,” ujarnya pada Senin (17/02/2025).
Menurutnya, kuota tersebut bukanlah milik pribadi, melainkan milik populasi masyarakat TTU yang harus diberdayakan terlebih dahulu.
WK mengingatkan bahwa penting bagi pengusaha luar untuk membeli sapi lokal agar dapat bersaing secara adil, dan tidak menguasai seluruh kuota ternak sapi yang seharusnya diberikan kepada pengusaha lokal.
Ia pun khawatir adanya upaya monopoli yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan pribadi dari proses pemberian rekomendasi tersebut.
“Ada yang menggunakan orang lain untuk melakukan hal ini, dan mereka hanya ingin monopoli izin. Saya tidak ingin itu terjadi,” tegasnya.
Meskipun WK mengaku ingin terlibat dalam pengurusan izin di Kabupaten TTS maupun Kabupaten Kupang, ia mengungkapkan bahwa proses rekomendasi di kedua kabupaten itu memang lebih sulit, sehingga pengusaha ternak sapi mencoba mencari cara untuk memenuhi kuota yang ada di TTU.
Menurutnya, hal ini bisa berisiko jika tidak ada pengawasan ketat terhadap penerbitan rekomendasi.
Dalam hal ini, WK berjanji akan memantau dengan seksama perkembangan pemberian kuota ternak sapi yang diperkirakan berjumlah sekitar 7.000 ekor pada akhir tahun 2025.
“Ini di meja Bupati, kan bukan hak kita. Harusnya, ini diberikan kepada dinas terkait karena mereka yang teknis,” jelasnya.
WK juga menyoroti aturan yang mengharuskan adanya surat keterangan dari karantina untuk memastikan bahwa perusahaan yang mengajukan permohonan sudah habis kuotanya sebelum mendapatkan rekomendasi.
“Kuota untuk 2024 masih ada, tapi rekomendasi sudah ada dari Dinas Peternakan TTU, bahkan sudah ada SK, tetapi sapi belum muat. Masih ada sekitar 200-300 ekor yang tersisa,” ujarnya dengan tegas.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa meskipun kuota untuk 2024 masih tersedia, namun sudah ada rekomendasi yang diterbitkan, meskipun sapi yang dibeli masih belum memenuhi kuota yang ditentukan.
Ia mempertanyakan beberapa perusahaan yang sudah menerima dan mengambil rekomendasi untuk tahun 2024, padahal belum 100% yang direalisasikan. Kenapa permohonan diterima?
"Jika disetujui, ini bisa berpotensi terjadi penimbunan. Sampai hari ini masih belum mencapai 100 persen. Saya bisa buktikan kuota 2024 masih belum teralisasi sedangkan rekomendasi sudah ada, kalau Pak Kadis Peternakan mau bukti, hari ini bisa kita buktikan dalam waktu 1x24 jam dan kita periksa ternak sapi setelah naiknya pemberitaan hari ini," tegasnya.
Sebagai pengusaha lokal TTU, ia berharap pemerintah daerah, khususnya Dinas Peternakan TTU, dapat lebih transparan dan adil dalam menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan pemberian rekomendasi ternak sapi.
Editor : Sefnat Besie