Hal yang senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD TTS, Relygius Usfunan. “ini memang sudah kami pantau sejak lama dan harus ditanggapi secara serius dan kami seperti yang sudah-sudah tetap berdiri di samping rakyat untuk memperjuangkan hak mereka atas tanah mereka sendiri untuk itu kami akan segera berkoordinasi dengan Kehutanan Propinsi dan Pusat," tambahnya.
Dari usulan ini, maka pihak PKH memberikan saran agar Pemerintah mengusulkan Review kepada pemerintah pusat sebab RTRW (Rencana Tata Ruang Rencana Tata Wilayah_red) sudah 14 tahun tidak di review dan mungkin pembebasan lahan bisa mencapai ribuan hektar walaupun tidak semuanya. Tapi biaya harus di tanggung oleh pemda TTS.
Menanggapi itu, seluruh Anggota Komisi II terutama David I. Boimau, langsung menyetujui dan berjanji memperjuangkan nasib hutan adat Amanuban.
“Saya disamping sebagai anggota Dewan saya juga orang Amanuban merasa bertanggung jawab siap berjuang untuk dapat anggaran tahun 2024 ini bisa dialokasikan guna mengakomodir aspirasi dari masyarakat Adat Amanuban. Ini 115 desa bukan sedikit. Ini memang meresahkan, dan ya kalau terpilih di DPRD propinsi kita juga akan menyuarakannya diatas lagi. Bila perlu kami mohon Bapak Ketua agar bisa DPRD TTS bersurat sesegera mungkin ke Kementrian untuk menanggapi persoalan ini, Ini sangat urgent," paparnya.
“Kami berharap Legislatif serius sesuai janji mereka sebab ini sangat meresahkan masyarakat di Empat Kecamatan” kata Obaja Soinbala salah satu tokoh Masyarakat Adat Amanuban.
Perkataan Akris Bussi ini diamini oleh Alfred Sayuna warga Desa Oenai, dan Roni Soinbala dari Desa Napi Kecamatan Kie yang menimpali agar SK Menteri tersebut segera dicabut.
“Kami minta SK ini dicabut,” kata mereka bertiga serentak.(*)
Editor : Sefnat Besie