Blokade Jalan, Ratusan Warga Halifehan Bentrok dengan Polisi Saat Eksekusi Tanah

Sefnat Besie, Evan Payong
Blokade Jalan, Ratusan Warga Halifehan Bentrok dengan Polisi Saat Eksekusi Tanah. Foto Ist


ATAMBUA, iNewsTTU.id – Proses eksekusi lahan seluas 19.000 meter persegi di Halifehan, Kecamatan Kota Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, berlangsung ricuh pada Jumat (5/12/2025).

Insiden yang melibatkan ratusan warga dan aparat gabungan ini mengakibatkan dua petugas terluka serius. Video kericuhan tersebut kini telah beredar luas di media sosial.

Eksekusi ini merupakan tindak lanjut dari putusan Pengadilan Negeri Belu Nomor 18/Pdt.G/2013/PN.Atb. Proses hukum sengketa tanah yang telah berjalan selama 12 tahun sejak 2013 ini sempat tertunda dua kali sebelumnya karena adanya penolakan warga.
Kronologi Kericuhan: Pelemparan Batu dan Molotov

Ketegangan mulai memuncak ketika ratusan warga yang menolak eksekusi memblokir jalan utama Halifehan menuju lokasi lahan. Aksi penolakan tersebut berujung pada bentrokan fisik di lokasi eksekusi.

Dari video viral yang beredar, terlihat kericuhan bermula saat warga menghalau aparat gabungan personel Polres Belu dan Sat Brimob Polda NTT dengan melakukan pelemparan batu.

Situasi semakin memanas ketika salah satu massa diduga melemparkan bom molotov, menyebabkan sekelompok anggota polisi nyaris terbakar.

Akibat bentrokan ini, dua petugas mengalami luka serius: Iptu Asep Ruspandi dari Polres Belu dan Panitera PN Atambua, Marthen Benu.

Merespons serangan tersebut, aparat keamanan membalas dengan menembakkan gas air mata untuk mengurai massa yang beringas. Warga juga terlihat membakar ban di tengah jalan, menutup akses di dua titik lokasi sengketa, yakni di Halifehan dan Tulamalae.

Hingga berita ini diturunkan, proses eksekusi belum tuntas dilakukan. Pihak Kepolisian dan Pengadilan masih mengupayakan proses mediasi untuk meredakan situasi.

Latar Belakang Sengketa: Proses Hukum Berliku Selama 12 Tahun

Sengketa dua bidang tanah antara pemohon Damianus Maximus Mela (Maxi Mela) dan para termohon ini telah berjalan sejak 2013. Berdasarkan rangkaian putusan pengadilan dari tingkat Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung (MA), Maxi Mela dinyatakan sebagai ahli waris sah.

Berikut adalah perjalanan kasus hukum tersebut:

    2013-2014: Gugatan Maxi Mela dikabulkan PN Atambua, namun dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Kupang (PT Kupang) karena cacat formil.
    2015: MA menguatkan putusan PT Kupang.
    2016-2018: Maxi mengajukan gugatan baru dan kembali menang di PN Atambua. Banding dan kasasi para tergugat ditolak, putusan PN Atambua berkekuatan hukum tetap.
    2020-2023: Upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) dari pihak tergugat ditolak MA. Gugatan balik dari pihak tergugat lainnya juga dibatalkan di tingkat kasasi MA.

Dengan demikian, seluruh putusan pengadilan mengukuhkan Damianus Maximus Mela sebagai ahli waris sah dari Maria Magdalena Rusmina dan Camillus Mau, serta berhak penuh atas lahan di Halifehan dan Tulamalae.

Maxi Mela diketahui diasuh sejak bayi oleh Maria Magdalena Rusmina melalui mekanisme adat Golgalika (pengangkatan anak sah secara adat Lamaknen). Dokumen kepemilikan tanah pun telah diserahkan kepadanya sebelum orang tua asuhnya meninggal dunia.

Upaya damai dan tawaran solusi tinggal bersama sempat diajukan oleh Maxi, namun ditolak oleh sebagian warga yang menempati lahan tersebut.

Editor : Sefnat Besie

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network