KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Dua pasien dengan status suspek rabies dilaporkan pulang paksa dari RSUD Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) meski sudah diberi penjelasan mengenai bahaya virus tersebut.
Kedua pasien tersebut masing-masing berinisial KU (50) asal Loel, Kecamatan Insana paksa pulang pada 20 April 2025 dan AK (7) dari Kecamatan Kota Kefamenanu paksa pulang sekitar 31Mei 2025.
Pihak RSUD menyayangkan keputusan keluarga pasien yang memutuskan untuk membawa pulang pasien secara paksa, padahal kondisi mereka sudah menunjukkan gejala rabies yang berat.
“Pasien suspek rabies biasanya datang dari puskesmas, dan langsung kami tangani. Gejalanya bisa seperti takut air, bicara tidak terkontrol, hingga hiperaktif. Untuk memastikan rabies, harus dilakukan pemeriksaan cairan otak, tapi selama ini belum sempat karena pasien rata-rata meninggal dalam 2-4 hari sejak dirujuk,” ungkap dr. Zakarias E. Fernandez melalui Kabid Pelayanan dan Medik, Pauyulia Alfira, Senin (2/6/2025).
Ia menambahkan, kebanyakan pasien yang datang sudah berada pada tahap akhir, di mana penanganan medis terbatas karena belum ada obat untuk menyembuhkan rabies yang sudah bergejala.
Dalam kasus AK, pasien anak usia 7 tahun itu bahkan diminta pulang paksa oleh keluarganya pada pukul 01.00 dini hari, karena merasa putus asa dengan kondisi yang memburuk.
Pihak rumah sakit telah berupaya memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai risiko penularan, terutama jika pasien dibawa pulang dan berkontak dengan orang lain. Namun, keputusan tetap berada di tangan keluarga.
“Kami sudah sampaikan bahaya penularan rabies jika berkontak dengan pasien. Tapi banyak keluarga sudah menganggap pasien pasti meninggal, jadi memilih untuk merawat di rumah,” katanya.
Selain itu, Pauyulia juga menyoroti masalah utama yang menyebabkan rabies terus muncul, yakni masih tingginya angka gigitan hewan penular rabies (HPR) dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan luka gigitan.
“Banyak yang digigit tapi tidak langsung ke fasilitas kesehatan, karena dianggap gigitan kecil. Akhirnya setelah dua-tiga bulan baru muncul gejala rabies,” jelasnya.
Sejauh ini, RSUD Kefamenanu telah memasang banner edukasi serta menyebarkan informasi melalui media sosial. Namun, upaya tersebut belum cukup jika kasus gigitan hewan tidak ditekan.
“Selama gigitan masih terus terjadi, maka rabies akan tetap ada. Tidak bisa dianggap remeh, apalagi ini sudah menyangkut nyawa,” tegasnya.
Pemerintah Kabupaten TTU sendiri dikabarkan telah menginstruksikan semua fasilitas kesehatan untuk meningkatkan sosialisasi dan kewaspadaan terhadap rabies.
Editor : Sefnat Besie