Sallu menyarankan Polres TTU untuk tidak ragu menjerat pelaku dengan pasal yang relevan, seperti pasal 78 Undang-Undang Perlindungan Anak, mengingat status korban, atau pasal 351 ayat tiga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Penetapan tersangka ini, menurutnya, bisa dilakukan sambil menunggu hasil otopsi yang lebih detail untuk memperkuat dakwaan.
Lebih lanjut, Robertus Sallu menekankan bahwa percepatan penetapan tersangka bukan hanya soal keadilan bagi korban dan keluarga, tetapi juga untuk meredam potensi gejolak sosial di masyarakat.
Ia khawatir lambannya penanganan kasus ini akan menimbulkan persepsi ketidakadilan dan dapat memicu tindakan di luar jalur hukum.
"Jadi intinya bahwa percepatan menetapkan tersangka ini juga menjaga situasi keamanan," ujarnya.
Untuk mempercepat pengungkapan kasus ini, Robertus Sallu juga menyarankan Polres TTU untuk tidak sungkan meminta bantuan kepada Polda Nusa Tenggara Timur jika dirasa kekurangan sumber daya atau keahlian khusus.
Ia berharap adanya kolaborasi yang baik antar aparat kepolisian agar kebenaran segera terungkap dan rasa keadilan bagi keluarga korban dapat terwujud.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait