KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Kepala Desa Saenam, Kecamatan Miomaffo Barat, Kabupaten TTU, Fransiskus Xaverius Nofu, diduga terlibat dalam praktik pungutan liar terhadap berbagai jenis bantuan sosial, termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Menurut informasi yang dihimpun, pungutan liar ini sudah berlangsung selama sekitar satu tahun, sejak Fransiskus Xaverius menjabat sebagai kepala desa.
Diketahui, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Saenam, Yohanes Fa'i Nofu, merupakan kakak kandung dari Fransiskus Xaverius Nofu yang menjabat sebagai Kepala Desa Saenam. Selain itu, Edilius Nofu, yang merupakan adik kandung dari Kepala Desa Saenam, juga tercatat sebagai anggota BPD Saenam.
Salah satu warga Desa Saenam, Maxi (nama samaran) mengungkapkan bahwa setiap tiga bulan sekali, bantuan sosial yang diterima warga dari pemerintah desa disertai dengan pungutan yang harus dibayar, meskipun besarnya hanya sekitar Rp 10.000 per pencairan.
Pungutan tersebut, menurutnya, terjadi pada semua jenis bantuan yang disalurkan berasal dari berbagai sumber, termasuk pemerintah, pihak desa, dan pihak ketiga seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"Bantuan yang bersumber dari pemerintah itu untuk keluarga-keluarga yang rentan miskin dan membutuhkan bantuan dan perhatian serius. Jadi tidak boleh ada pungutan," ujarnya saat ditemui di Kota Kefamenanu, Jumat (13/12/2024).
Ia mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan tersebut. Maxi menegaskan bahwa bantuan sosial yang diberikan kepada keluarga miskin dan mereka yang membutuhkan perhatian khusus, termasuk penyandang disabilitas, seharusnya tidak mengenal pungutan.
Maxi juga mengkritik perlakuan terhadap penyandang disabilitas yang sering kali terabaikan dalam penyaluran bantuan. Ia mengungkapkan bahwa bantuan sosial seharusnya lebih memprioritaskan mereka yang membutuhkan, namun malah banyak diterima oleh pihak yang lebih mampu.
Bahkan, pungutan liar yang dikenakan pada mereka dianggap semakin memberatkan masyarakat yang sudah dalam kondisi kesulitan.
"Ketika ada bantuan kenapa harus ada pungutan, ya memang tidak besar cuma Rp10.000 saja tetapi kalau setiap kali pencairan selalu ada yang langsung menagih itu tidak benar. Sementara ini pelayanan publik yang memadai itu harus transparan dan tanpa pungutan," ungkapnya.
"Itu kalau ada pungutan, seolah-olah kita membantu tetapi malah makin menyusahkan masyarakat," tambahnya.
Praktik pungutan liar ini dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi dan pelayanan publik yang harus berjalan dengan baik. Masyarakat berharap agar pemerintah segera melakukan penyelidikan dan menindak tegas jika terbukti ada pelanggaran dalam penyaluran bantuan sosial tersebut.
Editor : Sefnat Besie