"Prabowo terbuka terhadap generasi milenial dengan memilih Gibran sebagai cawapres. Tapi, ada sentimen negatif juga semisal bergabungnya Gibran ke Prabowo itu justru bisa menurunkan suara Pak Prabowo karena proses masuknya Gibran sebagai cawapres tidak dilakukan secara normal sebagai calon," kata Saidiman.
Gibran memenuhi syarat sebagai cawapres setelah MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal capres dan cawapres.
Dalam putusannya, MK menetapkan syarat pendaftaran capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Saat putusan itu diketok, Gibran masih berusia 36 tahun.
Saidiman melihat tipisnya elektabilitas Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran bisa dimaknai dukungan Presiden Jokowi tak berpengaruh besar. Ia meyakini rekam jejak masih menjadi acuan utama memilih capres dan cawapres dan bukan hanya sekadar melihat trah politik.
"Pemilih kita itu sebenernya relatif independen. Mereka memilih berdasarkan rekam jejak dan program kerja, baru setelahnya mempertimbangkan aspek- aspek lain di luar itu," kata Saidiman.
Selain itu, Saidiman berpendapat dinamika elektabilitas para paslon juga bakal kuat dipengaruhi debat publik. Pada momen debat itu, ia meyakini Prabowo- Gibran potensial keok saat beradu gagasan melawan Ganjar Mahfud atau Anies-Muhaimin.
"Debat itu saya rasa punya pengaruh elektoral bagaimana publik melihat siapa yang paling ikhtiar di antara kandidat ini yang kira-kira melanjutkan keberhasilan Presiden Jokowi. Dari situ kemudian terlihat siapa yang tidak punya konteks dan tidak punya subtansi," ucap Saidiman.
Dinamika elektabilitas setidaknya bisa dilihat dari sigi sejumlah lembaga. Survei Alvara Research Center pada periode 1-6 Oktober, misalnya, menunjukkan duet Ganjar-Mahfud meraup elektabilitas hingga 36,5%, diekor Prabowo-Gibran (30,1%), dan Anies-Muhaimin (19,4%).
Adapun survei LSI Denny JA yang digelar pada 4-12 September menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran unggul dengan elektabilitas 39,3%, dikuti Ganjar-Mahfud dengan tingkat keterpilihan 36,9%. Pasangan Anies-Muhaimin hanya dipilih 15% responden dalam sigi tersebut.
Sejauh ini, Saidiman menilai, publik melihat Ganjar sebagai figur yang paling bisa meneruskan pembangunan Presiden Jokowi.
Setelah itu, baru Prabowo. Anies yang menempatkan diri sebagai oposisi sangat kecil bakal dipilih simpatisan Jokowi.
"Karena Anies mengusung narasi perubahan," kata Saidiman.
Editor : Sefnat Besie